Ekspor Indonesia Jatuh Ke Tingkat Terendah Sejak 2012

Sumur minyak mentah Pertamina di Pulau Bunyu, Kalimantan Timur. (Reuters/Beawiharta)

Rupiah jatuh ke tingkat terendah dalam 17 tahun terakhir, namun belum mendorong ekspor sejauh ini karena telah membuat impor bahan baku dan barang modal lebih mahal.

Ekspor Indonesia jatuh ke tingkat terendah dalam dua setengah tahun terakhir akibat penurunan ekspor minyak dan gas, namun kejatuhan dalam impor membantu negara ini pasca surplus perdagangan untuk bulan ketiga berturut-turut.

Ekonomi Indonesia telah terpukul harga minyak global dan komoditas yang lemah, sementara kejatuhan rupiah belum mendorong ekspor namun telah mengurangi konsumsi domestik.

Ekspor-ekspor pada Februari merosot 16,02 persen dari setahun sebelumnya, kejatuhan terbesar sejak Agustus 2012, menurut data dari Biro Pusat Statistik, Senin (16/3). Impor-impor menurun 16,24 persen. Para ekonom dalam jajak pendapat Reuters telah memperkirakan bahwa ekspor akan turun 7,6 persen dan impor jatuh 6,80 persen.

Ekspor minyak dan gas turun 24,1 persen dalam setahun selama dua bulan pertama, sementara impor minyak dan gas jatuh 45,3 persen, menurut data.

Sebagian besar ekspor Indonesia adalah komoditas dan dalam periode beberapa bulan turunnya harga-harga global, pengiriman melemah. Perlambatan pada importir komoditas besar, China, juga berimbas pada penurunan lebih dari 40 persen ekspor ke sana pada Januari-Februari.

Rupiah jatuh ke tingkat terendah dalam 17 tahun terakhir, namun belum mendorong ekspor sejauh ini karena telah membuat impor bahan baku dan barang modal lebih mahal, menurut Ahmad Erani Yustika, profesor di Universitas Brawijaya di Malang.

"Secara teori, mata uang yang lemah seharusnya membantu daya saing ekspor, namun karena kita memproduksi barang dengan bahan baku impor, kelemahan rupiah malah meningkatkan biaya dan mempengaruhi ekspor," ujar Yustika.