Epidemi Ebola di Kongo Bukan Ancaman Global

  • Lisa Schlein

Seorang pria memeluk anak perempuannya yang berusia 5 tahun saat mendapat imunisasi vaksin Ebola yang masih dalam tahap percobaan di distrik Kasese, Uganda, 16 Juni 2019. (Foto: H. Athumani untuk VOA)

Dalam sebuah rapat darurat, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memutuskan epidemi Ebola di Republik Demokratik Kongo (DRC) tidak termasuk darurat kesehatan masyarakat internasional. Namun, komite tersebut memperingatkan minimnya dana bisa mengancam kemampuan untuk memberantas virus mematikan itu.

Lebih dari 1.400 orang telah tewas akibat Ebola di DRC timur dan lebih dari 2.100 orang tertular penyakit mematikan ini. Kondisi itu membuat epidemi di provinsi Kivu Utara yang dilanda konflik itu menjadi yang terbesar kedua setelah wabah di Afrika Barat pada 2014, yang menewaskan sekitar 11.300 orang.

Penyebaran virus Ebola baru-baru ini ke negara tetangga, Uganda, dan kematian dua orang memicu WHO untuk mengumpulkan sekelompok pakar untuk meninjau kembali situasi sekarang ini dan berbagai tantangan ke depan.

Petugas kesehatan bersiap menguburkan peti jenazah berisi pasien yang meninggal terinfeksi Ebola di Butembo, Republik Demokratik Kongo, 16 Mei 2019.

Penjabat Ketua Komite Darurat Preben Aavitsland, mengatakan komite itu sepakat bahwa wabah itu merupakan darurat kesehatan di DRC dan kawasan. Tapi risiko penyebaran ke luar kawasan cukup kecil. Kendati demikian, dia memperingatkan akan konsekuensi serius bagi DRC dengan menyatakan wabah darurat global.

BACA JUGA: Uganda Bersiap Hadapi Wabah Ebola yang Menjalar dari Kongo

"Keputusan kami berisiko memicu pembatasan perjalanan dan perdagangan, maskapai menyetop penerbangan, dan perbatasan berisiko ditutup atau diperketat yang bisa sangat merugikan ekonomi di Republik Demokratik Kongo," kata Aavitsland.

Aavitsland mengatakan komite memutuskan tidak banyak manfaat, tapi lebih banyak kerugian jika mereka menyatakan wabah itu sebagai keprihatinan darurat kesehatan masyarakat internasional.

Seorang perempuan dan anaknya tiba untuk pemeriksaan Ebola di fasilitas kesehatan di rumah sakit umum Bwera dekat perbatasan Republik Demokratik Kongo, di Bwera, Uganda, 14 Juni 2019.

Dia mengatakan isu paling serius yang dihadapi operasi Ebola adalah minimnya dukungan internasional. Dia mengatakan WHO dan negara-negara yang terkena dampaknya belum menerima dana dan dukungan yang dibutuhkan untuk mengakhiri epidemi itu.

Dia memperingatkan minimnya dana menghambat upaya kesiapsiagaan di Uganda dan negara-negara lain yang berdekatan dengan DRC. Dan, ini, katanya membuat banyak orang rentan tertular virus itu.

WHO melaporkan pihaknya perlu $98 juta atau Rp 1,38 triliun sampai Juli, tapi masih dana yang yang tersedia masih mengalami kekurangan sebanyak $54 juta. WHO menyerukan masyarakat internasional untuk urun dana menutup kesenjangan itu sesegera mungkin. [vm/jm]