Presiden petahana Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengumumkan kemenangan dalam pemilihan putaran kedua pada Minggu (28/5).
Ia berbicara kepada pendukung setelah hasil awal memberinya 53 persen suara, dibandingkan dengan 47 persen untuk penantangnya Kemal Kilicdaroglu.
“Saya berterima kasih kepada setiap warga negara kita karena sekali lagi telah mempercayai saya dengan tanggung jawab untuk memerintah negara ini selama lima tahun mendatang,” kata Erdogan, yang berupaya untuk berkuasa selama tiga dekade.
Ia dianggap sebagai calon unggulan untuk pemungutan suara, Minggu (28/5), setelah secara tipis tidak mencapai kemenangan pada pemilu putaran pertama.
Baik Erdogan maupun Kilicdaroglu dalam rapat umum terakhir pada Sabtu (27/5), mengatakan bahwa jumlah pemilih akan menjadi kunci hasil pemilihan presiden. Bugra, seorang pemilih yang hanya ingin diidentifikasi dengan nama depannya, mengatakan bahwa demokrasi itu sendiri ada di surat suara.
“Kekuasaan rakyat, republik, ini adalah nilai-nilai yang kami pertahankan di sini. Selama 20 tahun, pemerintah ini hanya berusaha membawa kami ke monarki, mencoba membuat parlemen tidak berfungsi,” katanya.
Para pengecam menuduh Erdogan merusak demokrasi, memenjarakan pengecam, dan memusatkan kekuasaan. Penantangnya Kilicdaroglu berjanji untuk mengembalikan Turki ke demokrasi parlementer dan membebaskan tahanan politik terkemuka.
Namun, Erdogan memainkan kartu nasionalis, menuduh penantangnya lunak terhadap terorisme, dan bersikeras bahwa negara membutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk melawan sekutu Barat Turki dan mengatasi tantangan berbahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan yang mencakup Suriah dan Ukraina.
Sikap itu disetujui oleh pemilih lainnya, Yunus Koz.
"Ini sangat penting. Saya seorang Muslim, saya orang Turki, saya sangat mencintai tanah air ini, dan saya ingin tanah air saya tetap berada di tangan Tayyip Erdogan. Sisi lain [Kilicdaroglu], menginginkannya berada di tangan kekuatan imperialis,” kata Koz.
Erdogan adalah peraih suara terbanyak pada putaran pertama, tetapi Kilicdaroglu tetap kompetitif dengan porosnya menuju kebijakan nasionalis garis keras, termasuk seruan untuk memulangkan kembali jutaan pengungsi Suriah. [my/jm]