Ethiopia, Mesir, Sudan Mulai Lagi Perundingan Bendungan Nil

Bendungan Renaisans Ethiopia Raya (Grand Ethiopian Renaissance Dam/GERD) di Guba, Etiopia, 19 Februari 2022. (Foto: Amanuel Sileshi/AFP)

Pemerintah Ethiopia mengatakan, Sabtu (23/9), bahwa pihaknya sudah memulai perundingan putaran kedua dengan Mesir dan Sudan mengenai bendungan raksasa kontroversial yang dibangun di Sungai Nil. Pembangunan bendungan itu sudah lama menjadi sumber ketegangan antara ketiga negara.

Pada bulan ini, Ethiopia menyelesaikan pengisian bendungan Renaisans Etiopia Raya (Grand Ethiopian Renaissance Dam/GERD) yang keempat dan terakhir. Tindakan itu dikecam sebagai langkah ilegal.

Mesir dan Sudan khawatir bendungan raksasa senilai 4,2 miliar dollar Amerika Serikat (AS) itu atau setara 64,5 triliun rupiah akan mengurangi porsi air Sungai Nil yang mereka terima. Kedua negara sudah berkali-kali meminta Addis Ababa untuk menghentikan pengisian bendungan sampai kesepakatan tercapai.

BACA JUGA: Mesir, Ethiopia, dan Sudan Mulai Perundingan soal Bendungan Kontroversial

Berselisih selama bertahun-tahun mengenai masalah itu, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Perdana Menteri Mesir Abiy Ahmed sepakat pada Juli untuk memfinalisasi kesepakatan dalam empat bulan dan kemudian memulai kembali perundingan pada Agustus.

Menteri Luar Negeri Ethiopia menulis pada platfrom X, yang dulu dikenal sebagai Twitter, bahwa ketiga negara sudah membuka perundingan putaran kedua di Addis Ababa, Ibu Kota Ethiopia.

"Etiopia berkomitmen untuk mencapai solusi yang dinegosiasikan dan bersahabat melalui proses trilateral yang sedang berjalan," kata Pemerintah Ethiopia.

Perundingan mengenai bendungan itu yang berlarut-larut sejak 2011 sejauh ini gagal menghasilkan kesepakatan antara Ethiopia dan negara-negara tetangganya di hilir Sungai Nil.

Sungai Nil membelah Kota Kairo, Mesir, 25 Mei 2022. (Foto: Nariman El-Mofty/AP Photo)

Mesir sudah lama memandang bendungan itu sebagai ancaman eksistensial karena negara itu mengandalkan Sungai Nil untuk memenuhi 97 persen kebutuhan air.

Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry, dalam pidato di hadapan Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan Kairo ingin "perjanjian yang mengikat."

Bendungan itu penting bagi rencana-rencana pembangunan Ethiopia. Pada Februari 2022, Addis Ababa mengumumkan pihaknya mulai membangun pembangkit listrik untuk pertama kali.

BACA JUGA: Mesir dan Etiopia Masih Buntu Soal Sengketa Bendungan Sungai Nil

Bendungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) raksasa itu memiliki panjang 1,8 kilometer dan tinggi 145 meter serta mampu membangkitkan 5.000 megawatt listrik dalam kapasitas penuh.

Kapasitas pembangkitan itu akan melipatgandakan produksi listrik Etgiopia. Hanya setengah dari 120 juta penduduk Ethiopia yang sudah terlistriki.

Posisi Sudan, yang sedang terbelit perang saudara, berfluktuasi dalam beberapa tahun terakhir.

PBB mengatakan Mesir "bisa kehabisan air pada 2025" dan sebagian Sudan akan makin rentan terhadap kemarau yang disebabkan oleh perubahan iklim. Konflik yang saat ini sedang berkecamuk di Darfur, Sudan, pada dasarnya adalah perang untuk memperebutkan akses air. [ft/ah]