Facebook, Twitter, dan YouTube hari Rabu (17/1) didesak Kongres agar tidak bergantung pada kecerdasan buatan dan algoritma guna mencegah platform mereka yang kuat memuat postingan yang keras.
Dalam sidang Komisi Perdagangan Senat, eksekutif perusahaan media sosial terkemuka di dunia itu dipuji atas usaha mereka sejauh ini untuk mengenyahkan postingan ISIS, al-Qaida dan kelompok jihadis lain dari internet. Tetapi menurut kritikus, kelompok ekstremis terus menyebar propaganda ke pengikut mereka melalui platform-platform itu, dan menyerukan tindakan yang lebih keras.
Keprihatinan lain adalah kemampuan terus menggunakan akun tanpa nama, walaupun menguntungkan aktivis pro-demokrasi yang berjuang melawan pemerintahan yang represif, juga akan terus memberdayakan ekstremis.
YouTube secara otomatis menghapus 98 persen video berisi ekstremisme menggunakan algoritme, ujar Direktur Kebijakan Publik Juniper Downs.
Carlos Monje, direktur Kebijakan Publik dan Filantropi untuk Twitter, mengatakan bahkan dengan segala upaya untuk melawan postingan berisi teror dan kebencian, "Ini seperti main kucing-kucingan dan kami terus berkembang untuk menghadapi tantangan ini."
Tahun lalu Google, Facebook, Twitter dan Microsoft bergabung untuk berbagi informasi tentang kelompok dan postingan terkait ekstremisme, supaya tidak masuk ke dalam situs mereka. [ka/al]