Fahmina dianggap berhasil menggerakkan berbagai program inovatif untuk membangun komunitas sekitar dan mengajak warga memahami pluralisme, HAM, gender dan isu lainnya.
JAKARTA/WASHINGTON —
Lembaga nirlaba Fahmina Institute yang berbasis di Cirebon, Jawa Barat, menjadi salah satu pemenang penghargaan internasional bergengsi Opus Prize 2013, karena keuletannya membangun pusat pemberdayaan, penelitian dan pelatihan masyarakat dengan pendekatan Islami.
Fahmina dianggap berhasil mengerakkan berbagai program inovatif untuk membangun komunitas di sekitar mereka dan mengajak warga memahami isu-isu pluralisme, kesetaraan gender, demokrasi, HAM dan berbagai isu-isu sosial lainnya.
Direktur Fahmina Institute Nurul Huda mengatakan lembaga itu terkejut mendapat penghargaan tersebut karena tidak mengetahui proses penilaiannya.
“Memang pada Ramadhan lalu, bulan Juli, ada tim yang datang dari Marquette University (di Wisconsin, AS), bertanya-tanya tentang program Fahmina, komunitas kami dan lain sebagainya,” ujarnya kepada VOA, Kamis (14/11).
“Tentu saja kami senang dan berterima kasih karena telah mendapatkan penghargaan ini. Ini memberi semangat pada kami, bahwa apa yang selama ini kami lakukan dilihat juga oleh orang. Dengan penghargaan ini kami ingin melakukan perbaikan dan pengabdian yang lebih baik,” tambahnya.
Fahmina adalah pusat riset, pengajaran dan jangkauan berbasis Islam yang progresif dan bersandarkan pada tradisi pesantren. Sebagai finalis Opus Prize 2013, lembaga ini berhak mendapatkan hadiah US$75.000.
Opus Prize diberikan setiap tahun oleh Opus Prize Foundation yang berbasis di Amerika Serikat, kepada individu atau organisasi yang berhasil membuat perubahan dan menyelesaikan persoalan paling nyata yang dihadapi masyarakat sekitarnya.
Para finalis dinilai dari komitmen dan semangat mereka menjalankan program yang mengangkat isu-isu kemiskinan, buta huruf, kelaparan, penyakit dan ketidakadilan tanpa membedakan agama dan keyakinan.
Opus Prize Foundation bermitra dengan beberapa universitas di AS berbeda untuk mendorong warga kampus terlibat langsung dalam upaya-upaya individu atau organisasi dimana pun yang menjalankan program tersebut. Universitas-universitas tersebut antara lain adalah Marquette University dan Georgetown University.
Pemenang pertama Opus Prize tahun ini adalah Sekena Yacoobi, pendiri Afghan Institute of Learning (AIL), yang mendapat hadiah $1 juta.
Perjuangan Yacoobi sejak 1995 untuk mengoperasikan lembaga swadaya masyarakat yang memfokuskan pada pendidikan dan pelatihan kesehatan - khususnya bagi perempuan dan anak-anak - dinilai sebagai upaya sangat berani di tengah maraknya aksi kekerasan di negara itu.
"Saya seorang yang sangat spiritual. Saya yakin Allah SWT akan menolong saya. Makanya saya tidak pernah merasa takut," ujar Yacoobi saat diwawancarai VOA seusai menerima penghargaan itu.
AIL bekerja di tingkat akar rumput untuk memberdayakan perempuan dan komunitas di sekitar mereka agar bisa memperoleh pendidikan yang layak dan sekaligus mematahkan radikalisme yang mengatasnamakan agama.
Upaya ini tidak selalu berjalan mulus. AIL dan Yacoobi kerap menerima ancaman dan menghadapi kendala administrasi atau anggaran untuk tetap mengoperasikan AIL.
"Harapan saya, Opus Prize ini akan mendorong berbagai pihak di Afghanistan dan juga dunia, duduk bersama merumuskan langkah nyata berikutnya bagi perempuan dan anak-anak di Afghanistan. Lalu menjalankannya bersama-sama. Kita bisa meraih lebih banyak hal jika melakukannya bersama-sama", tambah Yacoobi.
Finalis lain selain Fahmina adalah Carol Keehan, Presiden dan CEO of Catholic health Association of the United States (CHA) terpilih karena memperjuangkan layanan asuransi bagi warga miskin di Amerika.
Fahmina dianggap berhasil mengerakkan berbagai program inovatif untuk membangun komunitas di sekitar mereka dan mengajak warga memahami isu-isu pluralisme, kesetaraan gender, demokrasi, HAM dan berbagai isu-isu sosial lainnya.
Direktur Fahmina Institute Nurul Huda mengatakan lembaga itu terkejut mendapat penghargaan tersebut karena tidak mengetahui proses penilaiannya.
“Memang pada Ramadhan lalu, bulan Juli, ada tim yang datang dari Marquette University (di Wisconsin, AS), bertanya-tanya tentang program Fahmina, komunitas kami dan lain sebagainya,” ujarnya kepada VOA, Kamis (14/11).
“Tentu saja kami senang dan berterima kasih karena telah mendapatkan penghargaan ini. Ini memberi semangat pada kami, bahwa apa yang selama ini kami lakukan dilihat juga oleh orang. Dengan penghargaan ini kami ingin melakukan perbaikan dan pengabdian yang lebih baik,” tambahnya.
Fahmina adalah pusat riset, pengajaran dan jangkauan berbasis Islam yang progresif dan bersandarkan pada tradisi pesantren. Sebagai finalis Opus Prize 2013, lembaga ini berhak mendapatkan hadiah US$75.000.
Opus Prize diberikan setiap tahun oleh Opus Prize Foundation yang berbasis di Amerika Serikat, kepada individu atau organisasi yang berhasil membuat perubahan dan menyelesaikan persoalan paling nyata yang dihadapi masyarakat sekitarnya.
Para finalis dinilai dari komitmen dan semangat mereka menjalankan program yang mengangkat isu-isu kemiskinan, buta huruf, kelaparan, penyakit dan ketidakadilan tanpa membedakan agama dan keyakinan.
Opus Prize Foundation bermitra dengan beberapa universitas di AS berbeda untuk mendorong warga kampus terlibat langsung dalam upaya-upaya individu atau organisasi dimana pun yang menjalankan program tersebut. Universitas-universitas tersebut antara lain adalah Marquette University dan Georgetown University.
Pemenang pertama Opus Prize tahun ini adalah Sekena Yacoobi, pendiri Afghan Institute of Learning (AIL), yang mendapat hadiah $1 juta.
Perjuangan Yacoobi sejak 1995 untuk mengoperasikan lembaga swadaya masyarakat yang memfokuskan pada pendidikan dan pelatihan kesehatan - khususnya bagi perempuan dan anak-anak - dinilai sebagai upaya sangat berani di tengah maraknya aksi kekerasan di negara itu.
"Saya seorang yang sangat spiritual. Saya yakin Allah SWT akan menolong saya. Makanya saya tidak pernah merasa takut," ujar Yacoobi saat diwawancarai VOA seusai menerima penghargaan itu.
AIL bekerja di tingkat akar rumput untuk memberdayakan perempuan dan komunitas di sekitar mereka agar bisa memperoleh pendidikan yang layak dan sekaligus mematahkan radikalisme yang mengatasnamakan agama.
Upaya ini tidak selalu berjalan mulus. AIL dan Yacoobi kerap menerima ancaman dan menghadapi kendala administrasi atau anggaran untuk tetap mengoperasikan AIL.
"Harapan saya, Opus Prize ini akan mendorong berbagai pihak di Afghanistan dan juga dunia, duduk bersama merumuskan langkah nyata berikutnya bagi perempuan dan anak-anak di Afghanistan. Lalu menjalankannya bersama-sama. Kita bisa meraih lebih banyak hal jika melakukannya bersama-sama", tambah Yacoobi.
Finalis lain selain Fahmina adalah Carol Keehan, Presiden dan CEO of Catholic health Association of the United States (CHA) terpilih karena memperjuangkan layanan asuransi bagi warga miskin di Amerika.