Lembaga PBB untuk pangan dan pertanian, FAO, menyumbangkan lebih dari 240 ternak pada petani di daerah Merapi untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
YOGYAKARTA —
Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pangan dan pertanian, FAO, membangun kandang komunal dan lebih dari 240 ternak untuk membantu mengembalikan mata pencaharian masyarakat korban erupsi Gunung Merapi 2010 di Yogyakarta dan Magelang, Jawa Tengah.
Dalam suatu upacara yang dipusatkan di hunian tetap dusun Kuwang, kecamatan Cangkringan di kabupaten Sleman, Yogyakarta, Senin (29/4), kepala kantor pusat perwakilan FAO di Jakarta Mustafa Imir meresmikan kandang komunal dan menyerahkan 56 ekor sapi bagi warga.
Imir juga menyerahkan bantuan 190 ekor kambing dan domba bagi warga yang terkena dampak lahar dingin paska erupsi Merapi di desa Blongkeng, kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Imir mengatakan pembangunan fasilitas tersebut memakan biaya US$300.000 dari dana bersama pemerintah Indonesia dan lembaga PBB lainnya, khususnya lembaga pembangunan UNDP, FAO dan lembaga migrasi IOM. Dana ini dikenal dengan dana bencana Indonesia atau Indonesia Disaster Fund.
Menurut Imir, meski proyek telah selesai, FAO masih akan memberikan bantuan teknis dan pelatihan yang diperlukan warga.
“Program ini untuk mendukung masa depan penghidupan warga dengan memberikan bantuan ternak. Karena jumlahnya tidak mencukupi maka harus dikembangbiakkan dahulu, lalu anakan sapi diberikan kepada penerima bantuan yang lain,” ujar Imir, sambil menambahkan bahwa ia yakin dalam beberapa tahun kedepan para peternak akan mendapatkan keuntungan.
Wangsit, petugas lembaga swadaya masyarakat Improsula (Institute for Promoting Sustainable Livelihood Approach) yang selama ini mendampingi para peternak, mengatakan prinsip dari proyek bantuan untuk para peternak adalah mengembalikan mata pencaharian mereka yang hilang akibat erupsi Merapi.
“Kita ingin ke depan masih ada soal bagaimana mengelola kotoran (sapi), kandang, bagaimana agar lebih bernilai ekonomi tidak hanya sapinya tetapi juga kotorannya untuk membuat kompos,” ujarnya.
“Sebetulnya untuk program yang berakhir April ini, kita sedang diskusi dengan FAO nanti mulai Mei sampai dengan Desember kita rancang program baru menindaklanjuti yang ada ini.”
Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan, peternakan sapi perah maupun sapi potong merupakan aktivitas unggulan kabupaten Sleman. Erupsi Merapi pada 2010 mengakibatkan sekitar 2.400 ekor sapi, ratusan kambing serta ribuan ayam petelur mati.
Saat ini sudah terbentuk 558 kelompok petani ternak, dan proyek bantuan FAO diharapkan membangkitkan peternakan di Sleman. Sementara pemerintah daerah kini terus-menerus melakukan pelatihan evakuasi untuk meminimalkan risiko bencana.
“Mereka sudah punya bayangan akan menuju ke mana, prosedur ini sudah terus-menerus kita berikan ke masyarakat, kita praktikkan. Dan, yang lebih penting lagi pemerintah selalu menempatkan warga masyarakatnya di tempat-tempat yang aman, yang selamat,” ujar Purnomo.
Irwanto, peternak yangn kehilangan 2 ekor sapi ketika terjadi erupsi berjanji akan memelihara ternak bantuan dengan baik bersama-sama warga setempat.
“Nanti akan dikembangkan,” ujarnya.
Dalam suatu upacara yang dipusatkan di hunian tetap dusun Kuwang, kecamatan Cangkringan di kabupaten Sleman, Yogyakarta, Senin (29/4), kepala kantor pusat perwakilan FAO di Jakarta Mustafa Imir meresmikan kandang komunal dan menyerahkan 56 ekor sapi bagi warga.
Imir juga menyerahkan bantuan 190 ekor kambing dan domba bagi warga yang terkena dampak lahar dingin paska erupsi Merapi di desa Blongkeng, kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Imir mengatakan pembangunan fasilitas tersebut memakan biaya US$300.000 dari dana bersama pemerintah Indonesia dan lembaga PBB lainnya, khususnya lembaga pembangunan UNDP, FAO dan lembaga migrasi IOM. Dana ini dikenal dengan dana bencana Indonesia atau Indonesia Disaster Fund.
Menurut Imir, meski proyek telah selesai, FAO masih akan memberikan bantuan teknis dan pelatihan yang diperlukan warga.
“Program ini untuk mendukung masa depan penghidupan warga dengan memberikan bantuan ternak. Karena jumlahnya tidak mencukupi maka harus dikembangbiakkan dahulu, lalu anakan sapi diberikan kepada penerima bantuan yang lain,” ujar Imir, sambil menambahkan bahwa ia yakin dalam beberapa tahun kedepan para peternak akan mendapatkan keuntungan.
Wangsit, petugas lembaga swadaya masyarakat Improsula (Institute for Promoting Sustainable Livelihood Approach) yang selama ini mendampingi para peternak, mengatakan prinsip dari proyek bantuan untuk para peternak adalah mengembalikan mata pencaharian mereka yang hilang akibat erupsi Merapi.
“Kita ingin ke depan masih ada soal bagaimana mengelola kotoran (sapi), kandang, bagaimana agar lebih bernilai ekonomi tidak hanya sapinya tetapi juga kotorannya untuk membuat kompos,” ujarnya.
“Sebetulnya untuk program yang berakhir April ini, kita sedang diskusi dengan FAO nanti mulai Mei sampai dengan Desember kita rancang program baru menindaklanjuti yang ada ini.”
Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan, peternakan sapi perah maupun sapi potong merupakan aktivitas unggulan kabupaten Sleman. Erupsi Merapi pada 2010 mengakibatkan sekitar 2.400 ekor sapi, ratusan kambing serta ribuan ayam petelur mati.
Saat ini sudah terbentuk 558 kelompok petani ternak, dan proyek bantuan FAO diharapkan membangkitkan peternakan di Sleman. Sementara pemerintah daerah kini terus-menerus melakukan pelatihan evakuasi untuk meminimalkan risiko bencana.
“Mereka sudah punya bayangan akan menuju ke mana, prosedur ini sudah terus-menerus kita berikan ke masyarakat, kita praktikkan. Dan, yang lebih penting lagi pemerintah selalu menempatkan warga masyarakatnya di tempat-tempat yang aman, yang selamat,” ujar Purnomo.
Irwanto, peternak yangn kehilangan 2 ekor sapi ketika terjadi erupsi berjanji akan memelihara ternak bantuan dengan baik bersama-sama warga setempat.
“Nanti akan dikembangkan,” ujarnya.