Filipina tidak akan mengizinkan "tindakan ofensif apa pun" dari pangkalan-pangkalan yang telah dibuka untuk pasukan AS, kata Presiden Ferdinand Marcos Jr., Senin (10/4).
Manila pekan lalu mengumumkan lokasi empat pangkalan militer lagi yang mungkin akan digunakan militer AS, selain lima pangkalan yang disepakati berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan 2014, yang dikenal sebagai EDCA.
Kesepakatan itu memungkinkan militer AS untuk merotasi pasukannya dan menyimpan peralatan dan persediaan pertahanan.
China memperingatkan pekan lalu bahwa kesepakatan militer yang diperluas dapat membahayakan perdamaian regional, dan menuduh Washington memiliki "mentalitas menang-kalah".
BACA JUGA: AS Pantau Cermat Latihan Militer China di Dekat Wilayah TaiwanEmpat pangkalan tambahan termasuk lokasi di dekat Laut China Selatan yang disengketakan dan satu lagi tidak jauh dari Taiwan.
Marcos mengatakan reaksi China atas perluasan kesepakatan militer itu "tidak mengejutkan", tetapi mengatakan bahwa Filipina hanya menopang pertahanan teritorialnya.
"Kami tidak akan mengizinkan pangkalan kami digunakan untuk tindakan ofensif apa pun. Ini hanya ditujukan untuk membantu Filipina kapan pun kami membutuhkan bantuan," kata Marcos kepada wartawan.
"Jika tidak ada yang menyerang kita, mereka tidak perlu khawatir karena kita tidak akan menyerang mereka."
Pakta itu terhenti di bawah mantan presiden Rodrigo Duterte, yang lebih menyukai hubungan yang lebih dekat dengan China.
BACA JUGA: Taiwan Gandeng AS dalam Melawan Otoritarianisme ChinaNamun Marcos, yang menggantikan Duterte pada bulan Juni, telah mengadopsi kebijakan luar negeri yang lebih bersahabat dengan AS dan berupaya mempercepat penerapan EDCA.
Marcos bersikeras dia tidak akan membiarkan Beijing menginjak-injak hak maritim Manila.
Pernyataannya muncul setelah latihan perang hari ketiga China di sekitar Taiwan pada hari Senin, di mana negara itu menyimulasikan upaya "mengepung" pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu.
China menggelar latihan militer sebagai tanggapan atas pertemuan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen pekan lalu dengan Ketua DPR AS Kevin McCarthy, sebuah pertemuan yang telah diperingatkan akan memicu tanggapan marah. [ab/uh]