Film ini mengisahkan petualangan seorang guru yang menggunakan kekuatan supernya untuk memerangi penjahat yang menutup sekolah khusus perempuan.
RAWALPINDI, PAKISTAN —
Kartun pahlawan super dari Pakistan yang memerangi penjahat dengan menyamar dalam balutan burka hitam siap mengglobal, menurut penciptanya, dengan rencana untuk menayangkan serial tersebut di 60 negara.
Animasi berbahasa Urdu “Burka Avenger”, memperlihatkan petualangan seorang guru sopan santun yang menggunakan kekuatan supernya untuk memerangi preman lokal yang mencoba menutup sekolah khusus perempuan tempat ia bekerja, ditayangkan stasiun televisi Pakistan bulan lalu.
Komedi aksi untuk anak-anak itu menyentuh permasalahan di negara itu, tempat para militan Taliban mencegah ribuan anak perempuan bersekolah di daerah barat laut dan menyerang para aktivis yang mengkampanyekan pendidikan mereka.
Pria di belakang “Burka Avenger”, bintang pop Haroon Rashid, mengatakan ia kewalahan dengan respon untuk film tersebut.
“Penerimaannya sangat fenomenal, di luar ekspektasi kami,” ujarnya.
“Kami membuat serial TV kecil ini untuk Pakistan, tapi sepertinya seluruh dunia ingin mengetahui Burka Avenger.”
Sebuah perusahaan distribusi TV di Eropa telah menghubungi mereka dan berencana menerjemahkan serial itu dalam 18 bahasa, termasuk Inggris dan Perancis, dan menayangkannya di 60 negara, ujar Rashid.
Masalah pendidikan anak perempuan di wilayah barat laut Pakistan yang konservatif dan dinodai militan membuat berita di seluruh dunia Oktober tahun lalu, ketika Taliban menembak aktivis remaja Malala Yousafzai.
Malala, yang mengkampanyekan hak anak-anak perempuan untuk bersekolah, bertahan dalam serangan tersebut dan bulan lalu memberikan pidato luar biasa di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York.
Rashid mengatakan Malala merupakan “pahlawan super kehidupan nyata” atas keberaniannya dan serangan terhadapnya terjadi saat mereka menyiapkan episode awal “Burka Avenger”.
“Kami semua terkesima karena kami menulis kisah yang persis sama mengenai anak perempuan yang melawan penjahat yang mencoba menutup sekolahnya,” ujarnya.
“Saya tidak pernah mendengar tentang Malal sebelumnya. Kehidupan seperti meniru apa yang ada di layar kami ketika kami sedang membuat film itu.”
Hampir setengah anak-anak di Pakistan dan hampir tiga perempat anak-anak perempuan tidak terdaftar di sekolah dasar, menurut PBB dan statistik pemerintah yang diterbitkan akhir tahun lalu. (AFP)
Animasi berbahasa Urdu “Burka Avenger”, memperlihatkan petualangan seorang guru sopan santun yang menggunakan kekuatan supernya untuk memerangi preman lokal yang mencoba menutup sekolah khusus perempuan tempat ia bekerja, ditayangkan stasiun televisi Pakistan bulan lalu.
Komedi aksi untuk anak-anak itu menyentuh permasalahan di negara itu, tempat para militan Taliban mencegah ribuan anak perempuan bersekolah di daerah barat laut dan menyerang para aktivis yang mengkampanyekan pendidikan mereka.
Pria di belakang “Burka Avenger”, bintang pop Haroon Rashid, mengatakan ia kewalahan dengan respon untuk film tersebut.
“Penerimaannya sangat fenomenal, di luar ekspektasi kami,” ujarnya.
“Kami membuat serial TV kecil ini untuk Pakistan, tapi sepertinya seluruh dunia ingin mengetahui Burka Avenger.”
Sebuah perusahaan distribusi TV di Eropa telah menghubungi mereka dan berencana menerjemahkan serial itu dalam 18 bahasa, termasuk Inggris dan Perancis, dan menayangkannya di 60 negara, ujar Rashid.
Masalah pendidikan anak perempuan di wilayah barat laut Pakistan yang konservatif dan dinodai militan membuat berita di seluruh dunia Oktober tahun lalu, ketika Taliban menembak aktivis remaja Malala Yousafzai.
Malala, yang mengkampanyekan hak anak-anak perempuan untuk bersekolah, bertahan dalam serangan tersebut dan bulan lalu memberikan pidato luar biasa di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York.
Rashid mengatakan Malala merupakan “pahlawan super kehidupan nyata” atas keberaniannya dan serangan terhadapnya terjadi saat mereka menyiapkan episode awal “Burka Avenger”.
“Kami semua terkesima karena kami menulis kisah yang persis sama mengenai anak perempuan yang melawan penjahat yang mencoba menutup sekolahnya,” ujarnya.
“Saya tidak pernah mendengar tentang Malal sebelumnya. Kehidupan seperti meniru apa yang ada di layar kami ketika kami sedang membuat film itu.”
Hampir setengah anak-anak di Pakistan dan hampir tiga perempat anak-anak perempuan tidak terdaftar di sekolah dasar, menurut PBB dan statistik pemerintah yang diterbitkan akhir tahun lalu. (AFP)