‘Game of Thrones’ dan Balada Ekonomi Dunia

  • Nurhadi Sucahyo

Your browser doesn’t support HTML5

Pidato Jokowi di Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018.

Linimasa media sosial hari Jumat siang tiba-tiba ramai oleh “Game of Thrones”. Penyebabnya bukan masa penayangan film serial televisi drama fantasi buatan Amerika ini akan segera berakhir. Tetapi karena Presiden Jokowi menyebutnya di depan para pemimpin dunia di Bali.

Tepat sebulan yang lalu, di Hanoi, Vietnam, Presiden Jokowi dalam pidatonya menyebut kata-kata “Thanos”, “Invinity Wars”, hingga “Avengers.” Hari Jumat siang (12/10), Jokowi kembali mengundang perhatian karena “Game of Thrones.” Kisah itu dikutipkan dalam pidato pada Pertemuan Paripurna Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC).

Game of Thrones adalah serial televisi di HBO yang diadaptasi dari novel fantasi karya George R. R. Martin, berjudul A Song of Ice and Fire. Serial ini tayang perdana di saluran HBO Amerika Serikat pada 17 April 2011, dan mengakhiri musim ketujuh pada Agustus 2017. Serial ini kabarnya akan berakhir pada musim kedelapan, pada 2018 ini atau tahun depan.

Mungkin, di tengah kesibukannya yang sangat padat, Jokowi gemar menonton film. Bukan sekedar mencari hiburan, tetapi rupanya bisa juga menjadi sumber ide bagi pidato-pidatonya. Jangan salah, para pemimpin dunia dan hadirin yang memenuhi ruangan berdiri memberinya tepuk tangan. Rupanya, cerita soal "Game of Thrones" itu jadi embun penyegar bagi para delegasi yang sibuk dalam berbagai pertemuan sejak Senin (8/10) lalu.

“Sekali lagi, apakah sekarang ini merupakan saat yang tepat untuk rivalitas dan kompetisi? Ataukah saat ini merupakan waktu yang tepat untuk kerja sama dan kolaborasi? Apakah kita telah terlalu sibuk untuk bersaing dan menyerang satu sama lain sehingga kita gagal menyadari adanya ancaman besar yang membayangi kita semuanya? Apakah kita gagal menyadari adanya ancaman besar yang dihadapi oleh negara kaya maupun miskin, oleh negara besar ataupun negara kecil?,” kata Presiden Jokowi.

"Game of Thrones" dikutip Jokowi untuk menggambarkan apa yang terjadi di dunia dalam beberapa tahun terakhir. Film itu menggambarkan pertempuran sejumlah pihak yang menguras energi mereka, sementara tanpa disadari ada satu kekuatan jahat yang siap mengambil alih kekuasaan dari kegelapan.

BACA JUGA: Tanggapi Perekonomian Global, Jokowi : “Winter is Coming”

Jokowi menyebut, Amerika Serikat kini menikmati pertumbuhan yang pesat namun banyak negara bergerak lemah atau tidak stabil. Perang dagang semakin marak dan inovasi teknologi mengakibatkan banyak industri terguncang.

“Negara-negara yang tengah tumbuh juga sedang mengalami tekanan pasar yang besar. Dengan banyak masalah perekonomian dunia, sudah cukup bagi kita untuk mengatakan bahwa winter is coming,” kata Jokowi.

Dalam serial Game of Thrones, Evil Winter adalah kekuatan jahat yang memanfaatkan konflik untuk menancapkan kekuasaan jahatnya. Jokowi mengajak semua pihak menggalang kekuatan bersama untuk untuk mengalahkan Evil Winter agar bencana global tidak terjadi.

Managing Director Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde dalam konferensi pers menjelang pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali, 11 Oktober 2018.

Direktur IMF, Christine Lagarde setuju bahwa kerja sama adalah jalan keluar dari ancaman krisis ekonomi dunia. Dia menyebutnya skema itu sebagai multilateralisme baru, yang lebih inklusif, berpusat pada orang, dan berorientasi pada hasil.

Lagarde mengajak seluruh pemimpin dunia untuk sedikit menoleh ke belakang. Kerjasama perdagangan telah mendorong pertumbuhan dan kemakmuran yang belum pernah terjadi selama lebih dari 70 tahun terakhir. Namun, harus disadari bahwa tidak semua orang menikmati itu, kata Lagarde terlalu banyak pihak yang ditinggalkan. IMF memperkirakan, eskalasi ketegangan perdagangan saat ini akan mengurangi PDB global hampir satu persen dalam dua tahun ke depan.

“Yang jelas, kita perlu mengurangi sengketa ini. Tetapi kita juga perlu mereformasi sistem perdagangan global untuk membuatnya lebih baik, lebih adil, dan lebih kuat untuk semua bangsa dan semua orang. Itu berarti memperbaiki sistem, bersama-sama, bukan merusaknya,” ujar Lagarde.

Lagarde memaparkan, Laporan Sektor Eksternal IMF baru-baru ini menyatakan adanya tantangan terkait meningkatnya kerentanan terhadap utang. Lembaga itu mencatat utang publik dan swasta telah mencapai rekor 182 triliun dollar AA, atau 224 persen dari PDB global. Angka itu 60 persen lebih tinggi daripada 2007.

BACA JUGA: Pertemuan IMF-Bank Dunia, Apa Manfaatnya Bagi Indonesia

Lagarde mengingatkan, kondisi bisa merubah arah angin. Karena itu, kerjasama mutlak diperlukan, dengan kemauan untuk menggunakan sumber daya lebih efisien, memperbesar pendapatan, dan memberantas korupsi. Semua pihak harus mengutamakan kebaikan bersama.

“Saya telah berbicara hari ini tentang dua dimensi lanskap ekonomi baru. Tetapi saya ingin menyelesaikannya dengan kebijaksanaan kuno yang ditemukan dalam Bhagavad-Gita. Ia mengatakan: Dalam semua tindakan, pertimbangkan kebaikan bersama. Jika kita melakukan ini, jika kita berkomitmen pada kebaikan bersama ini, berkah dari kerja sama akan dikembalikan kepada kita, yang bermanfaat tidak hanya bagi generasi kita, tetapi generasi yang akan datang,” ujarnya.

Kerjasama dan saling membantu juga menjadi semangat yang disampaikan Presiden Bank Dunia Grup, Jim Yong Kim. Jim memulai pidatonya dengan ucapan penuh simpati bagi korban bencana di Lombok dan Sulawesi, menggunakan bahasa Indonesia. Bencana semacam itu, kata Kim, adalah pendorong bagi Bank Dunia untuk rutin bertemu dan membahas tantangan para anggotanya.

BACA JUGA: Dihantui Perang Dagang, IMF Pangkas Pertumbuhan Global 2018, 2019 

Tantangan itu, kata Kim antara lain adalah bagaimana Bank Dunia dapat membantu anggotanya membangun ketahanan terhadap bencana alam dan mengatasi perubahan iklim yang memperburuk bencana itu. Juga agar negara-negara dapat mengelola tingkat utang, sehingga tidak menghambat pertumbuhan ekonomi. Bank Dunia juga membantu pemerintah dalam program-program terkait investasi pada manusia, dan mempersiapkan masa depan mereka.

“Kami berkumpul di sini minggu ini untuk berbagi ide dan pendekatan baru untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dan mempercepat kemajuan menuju dua sasaran kami, yaitu mengakhiri kemiskinan ekstrim pada tahun 2030, dan meningkatkan kesejahteraan bagi 40 persen penduduk termiskin di seluruh dunia,” ujar Kim.

Laporan dua tahunan Bank Dunia bertajuk Kemiskinan dan Pemerataan Kemakmuran baru akan dirilis minggu depan. Menurut Kim, mengutip data yang sudah disusun, selama 25 tahun terakhir, lebih dari satu miliar orang telah keluar dari kemiskinan ekstrim dengan upaya sendiri. Tingkat kemiskinan global ada di angka sekitar 10 persen, merupakan terendah yang pernah tercatat dalam sejarah.

Spanduk Acara Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Nusa Dua, Bali. (Foto: dok).

Namun, di balik angka itu, 736 juta orang masih hidup dalam kemiskinan ekstrim dengan pendapatan kurang dari 1,9 dolar sehari. Seperempat penduduk dunia hidup dengan kurang dari 3,2 dolar sehari, yang merupakan tingkat kemiskinan di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah. Kim juga mengatakan, hampir setengah manusia Bumi hidup dengan kurang dari 5,5 dolar sehari, batasan yang ditetapkan di negara-negara berpenghasilan menengah ke atas.

Kim menjanjikan langkah-langkah untuk mengurangi kemiskinan ekstrem itu.
“Pertama, mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, berpusat pada investasi sektor swasta, membantu negara-negara mengelola tingkat utang, dan memanfaatkan kekuatan teknologi seperti FinTech. Kedua, membangun ketangguhan terhadap bencana dan ancaman dengan mengambil tindakan segera terhadap perubahan iklim, dan membantu negara-negara berbagi risiko bencana melaui pasar modal. Dan terakhir, membantu negara-negara berinvestasi lebih banyak dan lebih efektif pada sumber daya manusia untuk mempersiapkan mereka pada digitalisasi di masa depan,” jelas Kim.[ns/lt]