Gencatan senjata, yang diteriakkan warga Palestina selama berbulan-bulan seiring serangan Israel yang menargetkan Gaza, mungkin dapat dicapai.
Akhir pekan lalu, Wakil Presiden AS Kamala Harris menjadi pejabat pertama dalam pemerintahan Biden yang secara terbuka menyerukan kepada pasukan Israel dan Hamas agar meletakkan senjata dalam konflik yang berkobar mulai 7 Oktober sewaktu kelompok militan Palestina itu melakukan pembunuhan besar-besaran di Israel.
“Dan mengingat besarnya skala penderitaan di Gaza, harus ada gencatan senjata segera, setidaknya untuk enam pekan mendatang, dan itulah yang sekarang ini sedang dibahas," ujar Harris.
Kesepakatan itu disertai dengan syarat. Pada Senin (4/3), para pejabat Gedung Putih mengatakan kepada wartawan bahwa Hamas masih mempertimbangkan proposal Israel, yang mencakup pembebasan para sandera. Pemerintahan Biden menolak membahas rincian negosiasi.
Namun perdebatan mengenai nasib Gaza ini menjadi sorotan publik. Pada Senin, sewaktu Harris bertemu seorang anggota kabinet perang Israel, sekelompok kecil pengunjuk rasa berkumpul di luar Gedung Putih untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka.
“Gencatan senjata? Lantas? Selama enam pekan? Itu tidak adil. Gencatan senjata adalah gencatan senjata; gencatan senjata penuh. Barangkali mereka hanya ingin mengulur waktu untuk pemilu? Ini permainan. Kami tidak mempercayainya," ujar Mona Sadeq, Direktur Eksekutif American Palestinian Women’s Association.
Para analis mengatakan meskipun penting bahwa Harris berupaya sekuat tenaga untuk mendukung gencatan senjata – gencatan itu mungkin juga disertai dengan syarat.
BACA JUGA: Setelah Serukan ‘Gencatan Senjata Segera’ di Gaza, Wapres AS Akan Terima Anggota Kabinet Perang Israel“Penting juga untuk melihat bagaimana ia mampu melakukan itu, karena pemerintah selama beberapa waktu mengatakan bahwa mereka menginginkan gencatan senjata, tetapi gencatan ini terjadi di dalam kesepakatan tertentu," papar Trita Parsi, Wakil Presiden Eksekutif Quincy Institute for Responsible Statecraft.
Jika seruannya hanyalah pengulangan itu, satu-satunya signifikansi yang menyertainya adalah fakta bahwa untuk pertama kalinya, seorang pejabat senior pemerintah benar-benar berhasil menyatakan empati secara akurat dan layak kepada para korban di kedua pihak yang berkonflik," imbuhnya.
Dan kemudian ada pertanyaan lain yang dipertanyakan sendiri oleh Gedung Putih: Akankah Hamas, yang oleh AS telah ditetapkan sebagai kelompok teror, menerima kesepakatan ini untuk menghentikan serangan yang telah menewaskan puluhan ribu warga sipil?
Your browser doesn’t support HTML5
“Tuntutan yang telah diungkapkan sejauh ini oleh pemerintah, yakni pembebasan seluruh sandera sebagai imbalan bagi gencatan senjata enam pekan, menurut saya tidak akan diterima oleh Hamas karena mereka pada dasarnya akan menyerahkan semua kekuatan mereka bagi penghentian pertempuran untuk sementara saja dan bukannya untuk penghentian permanen. Jadi menurut saya ini akan menjadi sangat rumit," kata Parsi.
Akankah pertempuran berhenti pada awal bulan suci Ramadan? Atau akankah ada pertempuran lebih banyak lagi? [uh/ab]