Gelombang Kedua COVID-19 Hantam Industri Garmen India

Para pekerja menjahit baju di pabrik garmen Estee di Tirupur, di negara bagian Tamil Nadu, India, 19 Juni 2013. (Foto: Mansi Thapliyal/Reuters)

Gelombang kedua pandemi COVID-19 di India berdampak besar pada industri garmen dengan penghentian sejumlah produksi yang mengakibatkan banyak bisnis tidak dapat memenuhi lonjakan permintaan dari luar negeri.

Lebih dari 17.500 produsen tekstil berada di Tiruppur di negara bagian Tamil Nadu, India selatan. Sebagai basis penting bagi produksi garmen, kawasan itu telah memproduksi pakaian untuk ritel pasar global.

Menurut Asosiasi Eksportir Tiruppur, sektor tersebut mampu bertahan dari gelombang pertama virus corona. Namun, gelombang kedua mengakibatkan keterpurukan yang mempengaruhi produsen lokal, sementara pesanan membanjir dari para pelanggan internasional yang sudah mulai beroperasi.

"Sayangnya, kami di India kini menghadapi pembatasan akibat gelombang kedua virus, yang sekaligus mengisolasi kami dari komunitas negara-negara di seluruh dunia. Itu kemungkinan berdampak pada kehilangan bisnis sama sekali," kata Raja Shanmugam, Presiden dari Asosiasi Eksportir Tiruppur.

Yang lebih buruk, industri di kawasan Tiruppur mengkhawatirkan krisis virus corona dapat menyebabkan hilangnya pelanggan luar negeri dalam jangka panjang. Itu juga dikarenakan banyak produsen mencari peluang di tempat lain.

"Sebaliknya, mereka akan memesan koleksi pakaian yang sama di negara-negara pesaing lainnya seperti Bangladesh, Vietnam dan Kamboja," Shanmugam menjelaskan.

Media India melaporkan, karena wabah COVID-19, sebagian pengecer pakaian multinasional mengalihkan sekitar 15 hingga 20 persen pesanan mereka ke negara lain.

Shanmugam memperkirakan industri garmen Tiruppur telah kehilangan permintaan garmen sedikitnya senilai $1,34 miliar di tengah gelombang kedua virus corona.

Kekurangan tenaga kerja utama juga sangat menghambat produksi tersebut. Industri garmen India menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 12 juta, dan Tiruppur sendiri mempekerjakan sekitar 600 ribu pekerja, sepertiganya berasal dari negara bagian-negara bagian utara. Namun, banyak pekerja yang tidak mau kembali bekerja dalam kondisi saat ini. [mg/lt]