Provinsi Xinjiang di China pada Sabtu (23/7) memperingatkan adanya potensi akan lebih banyak terjadinya banjir bandang dan tanah longsor serta risiko bagi pertanian saat gelombang panas melanda kawasan itu. Hal tersebut dikhawatirkan mempercepat laju pencairan gletser dan menimbulkan bahaya bagi produksi kapasnya.
China telah dihantam musim panas dengan suhu di atas normal sejak Juni. Beberapa ahli meteorologi menyalahkan perubahan iklim terkait fenoma itu. Cuaca yang terlalu panas telah mendorong meningkatkan permintaan listrik untuk mendinginkan rumah, kantor, dan pabrik. Di daerah pertanian, kekeringan telah menjadi perhatian.
Gelombang panas terbaru Xinjiang telah berlangsung lama dan meluas, kata Chen Chunyan, kepala ahli di Observatorium Meteorologi Xinjiang, kepada media pemerintah.
Dia mengatakan cuaca ekstrem di selatan dan timur wilayah itu, yang luasnya dua kali lebih besar daripada ukuran Prancis, telah berlangsung selama sekitar 10 hari.
Biro meteorologi Xinjiang memperbarui peringatan berbahayanya untuk wilayah tersebut - yang tertinggi dalam sistem peringatan panas tiga tingkat - pada Sabtu (23/7). Badan itu memperkirakan suhu di Kashgar, Hotan, Aksu, dan Bazhou dapat melebihi 40 derajat Celcius selama 24 jam berikutnya.
"Suhu tinggi yang terus-menerus telah mempercepat pencairan gletser di daerah pegunungan, dan menyebabkan bencana alam seperti banjir bandang, tanah longsor, dan tanah longsor di banyak tempat," kata Chen.
BACA JUGA: Banjir Bandang China Tewaskan 12, Paksa Ribuan MengungsiWilayah Xinjiang sebagian besar berbentuk gurun. Selain itu juga memiliki sejumlah barisan pegunungan yang panjang di sepanjang perbatasannya, termasuk pegunungan Tian Shan, Pamirs, pegunungan Kunlun, dan Karakoram, yang menjadi semakin populer bagi turis China di tengah pembatasan perjalanan internasional selama COVID-19.
Gelombang panas seperti itu juga dapat berdampak pada tanaman, terutama kapas, kata Chen.
Produksi kapas Xinjiang menyumbang sekitar 20 persen kapas dunia, tanaman yang menyukai air. [ah]