Church of England atau Gereja Inggris menyetujui pengangkatan uskup perempuan, namun perlu setidaknya dua tahun untuk memberlakukannya.
LONDON —
Badan pembuat aturan pada Gereja Inggris mengadakan pemilihan suara Senin (8/7) yang menyetujui pengangkatan uskup perempuan, namun perlu setidaknya dua tahun sebelum langkah itu, yang ditolak minoritas kelompok tradisionalis, dapat diberlakukan.
Pemilihan suara itu mendongkrak posisi Uskup Canterbury Justin Welby, yang menjadi kepala gereja Anglikan yang beranggotakan 80 juta orang pada Januari, beberapa minggu sebelum kelompok minoritas menggagalkan upaya terakhir untuk mengizinkan uskup perempuan di gereja itu, setelah 10 tahun terjadi debat yang memecah belah.
“Hal ini menegaskan pendekatan inklusif yang konsisten dengan resolusi kita sebelumnya: Komitmen untuk mengangkat uskup perempuan dengan basis yang sama dengan laki-laki, dan tumbuh bersama semua bagian gereja,” ujar Welby, 57, yang ingin memodernkan citra gereja.
Gereja menyetujui ordinasi pendeta perempuan pada 1992, namun menunda menjadikan mereka uskup karena oposisi dari para rohaniwan. Uskup memainkan peranan kunci di banyak gereja Kristen dimana hanya mereka yang dapat mengangkat rohaniwan baru.
Perempuan sudah menjadi uskup Anglikan di Australia, Selandia Baru, Kanada dan Amerika Serikat, namun gereja-gereja Anglikan di banyak negara berkembang menolak rohaniwan perempuan dan bekerja sama untuk melindungi diri mereka dari reformasi semacam itu.
Rebecca Swinson, seorang reformis dan anggota kelompok pemikir gereja Dewan Uskup Agung, mengatakan generasi berikutnya akan bertanya apa sebetulnya masalahnya saat ini.
"Harapan besar saya adalah bahwa anak-anak saya akan mengetahui normalitas yang berbeda dengan saya dan mereka tidak akan mendengar kata ‘uskup perempuan’ lagi,” ujarnya. (Reuters/Adam Jourdan)
Pemilihan suara itu mendongkrak posisi Uskup Canterbury Justin Welby, yang menjadi kepala gereja Anglikan yang beranggotakan 80 juta orang pada Januari, beberapa minggu sebelum kelompok minoritas menggagalkan upaya terakhir untuk mengizinkan uskup perempuan di gereja itu, setelah 10 tahun terjadi debat yang memecah belah.
“Hal ini menegaskan pendekatan inklusif yang konsisten dengan resolusi kita sebelumnya: Komitmen untuk mengangkat uskup perempuan dengan basis yang sama dengan laki-laki, dan tumbuh bersama semua bagian gereja,” ujar Welby, 57, yang ingin memodernkan citra gereja.
Gereja menyetujui ordinasi pendeta perempuan pada 1992, namun menunda menjadikan mereka uskup karena oposisi dari para rohaniwan. Uskup memainkan peranan kunci di banyak gereja Kristen dimana hanya mereka yang dapat mengangkat rohaniwan baru.
Perempuan sudah menjadi uskup Anglikan di Australia, Selandia Baru, Kanada dan Amerika Serikat, namun gereja-gereja Anglikan di banyak negara berkembang menolak rohaniwan perempuan dan bekerja sama untuk melindungi diri mereka dari reformasi semacam itu.
Rebecca Swinson, seorang reformis dan anggota kelompok pemikir gereja Dewan Uskup Agung, mengatakan generasi berikutnya akan bertanya apa sebetulnya masalahnya saat ini.
"Harapan besar saya adalah bahwa anak-anak saya akan mengetahui normalitas yang berbeda dengan saya dan mereka tidak akan mendengar kata ‘uskup perempuan’ lagi,” ujarnya. (Reuters/Adam Jourdan)