Dalam menghadapi kemarahan internasional, juru bicara Presiden Donald Trump mengatakan keputusan untuk mengundang Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang otoriter dan pemimpin di Asia Timur lainnya ke Gedung Putih merupakan bagian dari strategi untuk mengisolasi Korea Utara.
"Ini adalah kesempatan untuk bekerja sama dengan negara-negara di kawasan itu yang dapat ikut memainkan peran mengisolasi Korea Utara secara diplomatik dan ekonomi," kata juru bicara Gedung Putih Sean Spicer pada hari Senin.
Dalam percakapan telepon pada akhir pekan lalu, Trump mengundang pemimpin Thailand, Singapura dan Filipina untuk berkunjung ke Amerika. Tapi undangan untuk Duterte telah menimbulkan gelombang protes di Capitol Hill dan membuat marah komunitas hak asasi manusia secara global.
“Presiden Trump akan memperlemah nilai-nilai yang dianut Amerika karena tidak mau membela HAM,” kata senator Chris Coons dalam sebuah pernyataan. Presiden Duterte telah mengawasi pembunuhan ilegal ribuan rakyatnya sendiri di Filipina.
Dengan menyambut Duterte untuk bertemu dengannya di Gedung Putih, Trump berisiko seakan-akan memberikan persetujuan atas tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan pemimpin Filipina itu,” tambahnya.
"Ini mengirim pesan yang sangat buruk kepada seluruh dunia," kata John Sifton, direktur Human Rights Watch wilayah Asia.
Duterte telah dicemooh secara internasional karena perang melawan narkoba, yang telah menampilkan pembunuhan di luar hukum terhadap ribuan orang. Dia dilaporkan membanggakan diri kepada media Inggris bahwa dia secara pribadi membunuh tiga tersangka ketika dia menjadi walikota Davao di Filipina selatan. [lt]