Greenland Bisa Jadi Eksportir Pasir Besar Jika Es Terus Mencair 

Seorang pria berjalan ke kapal miliknya melewati rongsokan kapal di Kota Tasiilaq, Greenland, 15 Juni 2018.

Pemanasan global bisa jadi berkah untuk penduduk Pulau Greenland.

Para ilmuwan, Senin (11/2), mengatakan, Greenland dapat menjadi eksportir pasir besar akibat mencairnya lapisan es di pulau itu dan larutnya sebagain besar endapan ke laut karena pemanasan global.

Penambangan pasir dan kerikil yang banyak digunakan dalam industri konstruksi dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk Pulau Greenland yang berjumlah 56 ribu jiwa. Greenland, yang terletak di antara Samudra Arktika dan Atlantik di Amerika Utara punya otonomi untuk mengatur pemerintahannya sendiri tapi tetap masuk kekuasaan Denmark. Pulau itu juga sangat bergantung pada subsidi dari Kopenhagen.

Dengan menambang pasir, “Greenland dapat mengambil manfaat dari tantangan yang dibawa oleh perubahan iklim,” tulis tim ilmuwan Denmark dan Amerika Serikat yang diterbikan di jurnal Nature Sustainability.

Lapisan es di tenggara Pulau Greenland, 3 Agustus 2017.

​Studi baru tersebut berjudul “Janji dan Bahaya Eksploitasi Pasir di Greenland”, membahas perihal Arktika yang harus menilai risiko penambangan pesisir pantai, terutama bagi industri perikanan.

Pemanasan global mengakibatkan mencairnya lapisan es di Greenland, yang memiliki jumlah volume air yang cukup untuk menaikkan permukaan laut global sekitar tujuh meter jika semuanya mencair, dan membawa lebih banyak pasir dan kerikil ke pesisir fjords. Fjord adalah teluk yang terbentuk karena lelehan gletser.

“Anda dapat menganggapnya (es yang mencair) sebagai keran yang mencurahkan sedimen ke pantai,” kata ketua penulis Mette Bendixen, seorang peneliti di Institut Penelitian Arktik dan Alpen di Universitas Colorado.

BACA JUGA: Jika Gagal Atasi Pemanasan Global, Dua Pertiga Gletser di Himalaya akan Musnah

Permintaan pasir di seluruh dunia mencapai sekitar 9,55 miliar ton pada 2017 dengan nilai pasar $ 99,5 miliar (Rp 1,4 triliun) dan diproyeksikan mencapai hampir $ 481 miliar (Rp 6,7 triliun) pada 2100, didorong oleh meningkatnya permintaan dan kemungkinan kekurangan, kata studi tersebut.

Hal itu berarti sebuah kesempatan langka bagi Greenland.

“Biasanya orang-orang Arktika adalah yang paling merasakan perubahan iklim dibanding yang lainnya – erosi pantai, lebih sedikitnya lapisan es yang tetap membeku di bawah tanah,” kata Bendixen. “Ini adalah situasi yang unik karena mencairnya lapisan es.”

Cahaya matahari terbenam menyinari wajah pemburu anjing laut, Henrik Josvasson, dekat Kota Tasiilaq, Greenland, 16 Juni 2018.(Foto: Reuters)

David Boertmann dari Universitas Aarhus yang tidak tergabung dalam studi ini, mengatakan sudah ada beberapa penambangan pasir lokal untuk industri konstruksi domestik di Greenland.

Kerugian untuk Greenland,yang umumnya juga terjadi pada proyek-proyek pertambangan lainnya di pulau itu mulai dari uranium hingga logam tanah jarang (rare earth mineral), termasuk jarak ke pasar di Eropa dan Amerika Utara, katanya.

BACA JUGA: Sejak 1979, Laju Cairnya Es di Antartika Meningkat 6 Kali Lipat

Meski begitu, Bendixen mengatakan pasir sudah sering diangkut untuk jarak yang jauh seperti ke Los Angeles dari Vancouver atau dari Australia ke Dubai.

“Saat ini itu adalah sumber daya yang murah tapi akan menjadi lebih mahal nantinya,” kata Bendixen.

Sudi tersebut mengatakan bahwa pasir dan kerikil juga dapat digunakan di masa depan untuk memperkuat pantai dan garis pantai dari naiknya permukaan air laut, yang sebagian disebabkan oleh pencairan lapisan es di Greenland. [er/ft]