Organisasi Lingkungan Greenpeace hari Kamis meluncurkan hasil analisa peta Kalimantan. Koordinator Sistem Informasi Geografis Greenpeace, Kiki Taufik kepada wartawan menjelaskan komitmen Presiden SBY melindungi sedikitnya 45 persen wilayah Kalimantan mustahil terwujud tanpa evaluasi izin konsesi hutan dan tambang.
Dari hasil analisa peta yang dilakukan Greenpeace, Kiki Taufik memberikan penjelasan tentang luas pulau Kalimantan adalah 53,7 juta hektar, dan luas tutupan hutan Kalimantan adalah 28 juta hektar. Konsesi-konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan sawit dan batubara yang tumpang tindih dengan wilayah berhutan dan lahan gambut menunjukkan angka sebesar 16,6 juta hektar.
Menurut Kiki, jika pemerintah berkomitmen untuk melindungi 45 persen wilayah pulau Kalimantan untuk konservasi keanekaragaman hayati maka izin-izin konsesi yang tumpang tindih dengan wilayah berhutan dan lahan gambut tersebut harus segera dikaji ulang. Karena jika tidak, maka komitmen presiden itu akan sangat sulit untuk dapat diwujudkan.
"Konsesi HPH ini total luasnya di Kalimantan itu ada 12,4 juta hektar atau 23 persen dari luas total Kalimantan. Kemudian ada lagi konsesi HTI mencapai 5,2 juta hektar. Kemudian kita lihat lagi konsesi perkebunan sawit nah ini yang sangat dasyat di Kalimantan, konsesi perkebunan sawit ini mencapai 10,6 juta. Nah kemudian konsesi pertambangan batubara, konsesi pertambangan batubara itu mencapai 6,3 juta hektar. Sisanya yang tidak dilekati hak konsesi itu hanya 35 persen, sementara komitmen pemerintah paling sedikit 45 persen," ujar Kiki.
Beberapa waktu lalu, Presiden SBY mengeluarkan Peraturan Presiden yang menyatakan bahwa paling sedikit 45 persen dari luas pulau Kalimantan harus digunakan sebagai kawasan konservasi keanekaragaman hayati. Selain itu juga untuk kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tropis basah sehingga bisa berfungsi sebagai paru-paru dunia.
Sementara, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Muhnur menyatakan upaya perlindungan hutan di Kalimantan ini tidak boleh mengurangi sedikitpun hak-hak masyarakat adat. Muhnur menilai selama ini perlindungan pemerintah terkait hak-hak masyarakat masih sangat minim meski dalam sejumlah peraturan sudah tertera soal perlindungan tersebut.
Greenpeace, kata Muhnur, juga menyayangkan pemerintah yang tidak memiliki peta wilayah untuk masyarakat adat. “Tidak boleh mengurangi sedikitpun hak-hak masyarakat lokal atau masyarakat adat baik hak untuk mengakses sumber daya alam, hak untuk pengakuannnya di depan hukum terkait pengelolaah sumber daya dan lain-lainnya. Itu menjadi satu kewajiban pemerintah yang tidak boleh dilalaikan perlindungannya terhadap masyarakat adat."
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto optimis pemerintah bisa melindungi sedikitnya 45 persen wilayah Kalimantan sebagai paru-paru dunia.
“Adapun ijin-ijin yang ada itu ikut juga dengan inpres no 10 tahun 2011 artinya memang di hutan-hutan produksi yang memang dimungkinkan areal atau kawasan yang berfungsi konservasi dan lindung , 45 persen masih bisa untuk pembangunan dalam rangka ketahanan energi atau pembangunan lumbung energi, lalu juga listrik, tambang, kelapa sawit dan hasil hutan itu memang yang laur 45 persen. Jadi masih bisa,” kata Hadi Daryanto.
Hadi Daryanto membantah jika pihaknya dinilai kurang memperhatikan masyarakat adat.
"Konsesi HPH ini total luasnya di Kalimantan itu ada 12,4 juta hektar atau 23 persen dari luas total Kalimantan. Kemudian ada lagi konsesi HTI mencapai 5,2 juta hektar. Kemudian kita lihat lagi konsesi perkebunan sawit nah ini yang sangat dasyat di Kalimantan, konsesi perkebunan sawit ini mencapai 10,6 juta. Nah kemudian konsesi pertambangan batubara, konsesi pertambangan batubara itu mencapai 6,3 juta hektar. Sisanya yang tidak dilekati hak konsesi itu hanya 35 persen, sementara komitmen pemerintah paling sedikit 45 persen.