Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur menilai, penetapan Gubernur Kaltim dua periode, Awang Faroek Ishak (AFI) sebagai tersangka korupsi, kembali mengonfirmasi bahwa pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di provinsi tersebut, selama ini lekat dengan korupsi.
AFI adalah gubernur Kalimantan Timur dua periode, 2008-2013 dan 2013-2018. Dia baru saja ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji dalam pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Kalimantan Timur, bersama dua orang lainnya.
“Kerentanan korupsi di sektor SDA dan lingkungan, mengakibatkan eksploitasi SDA yang serampangan dan akhirnya membawa dampak buruk bagi individu, masyarakat, juga lingkungan,” kata Orin Gusta Andini dari SAKSI FH Unmul.
Dia menambahkan, izin yang awalnya dimaksudkan sebagai instrumen untuk mengontrol pemanfaatan SDA, justru menjadi barang dagangan para pemangku kewenangan.
“Tipologi korupsi SDA melibatkan aktor-aktor yg berkepentingan hingga melakukan berbagai cara untuk bisa melanggengkan eksploitasi SDA,” tambah dia.
KPK sendiri menyatakan, AFI telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 19 September 2024.
“Per tanggal 19 September 2024, KPK telah memulai penyidikan untuk dugaan tindak pidana korupsi untuk perkara sebagaimana tersebut di atas dan telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto di Jakarta dalam pernyataan resmi lembaga tersebut.
Selain itu, KPK juga telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1204 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap tiga orang warga negara Indonesia, yaitu AFI dan dua tersangka lain dalam kasus ini, mulai 24 September 2024. Larangan bepergian ke luar negeri tersebut, lanjut Tessa, berlaku untuk enam bulan.
Menanggapi kasus ini, SAKSI FH Unmul menyatakan bahwa kasus korupsi terkait izin tambang yg melibatkan AFI, mantan Gubernur Kaltim, telah menambah daftar panjang korupsi SDA di provinsi itu.
“SDA menjadi “lahan basah” kepala daerah untuk melakukan korupsi melalui berbagai cara. Mulai dari penyalahgunaaan kewenangan, suap, hingga gratifikasi,” kata Andini.
SAKSI FH Unmul mendesak, penegakan hukum yang dilakukan terhadap kasus korupsi AFI, harus dilakukan dengan transparan. "Selain itu, KPK harus mengusut tuntas siapapun yang terlibat dalam kasus korupsi ini," tambahnya.
Namun, di sisi lain, SAKSI FH Unmul juga menyayangkan, KPK baru melakukan penyidikan terhadap kasus ini, mengingat korupsi terjadi pada saat AFI masih menjabat sebagai Gubernur Kaltim.
Dalam skala lebih luas, SAKSI FH Unmul juga mendesak KPK agar mengusut semua kepala daerah lain yang pernah menjabat, pada saat kewenangan pemberian izin tambang masih menjadi kewenangan daerah. [ns/lt]