Hadapi Skenario Terburuk, Indonesia Mobilisasi Tenaga Kesehatan

  • Nurhadi Sucahyo

Perawat bersiap membantu pasien COVID-19 yang dirawat di tenda darurat sebuah rumah sakit di Jakarta, 24 Juni 2021. (REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)

Meluasnya perebakan virus corona dan pembukaan sejumlah rumah sakit lapangan, mendorong pemerintah merekrut sekitar 20.000 perawat dan 2.000 dokter.

Tiga hari terakhir ini kasus baru virus corona di Indonesia menjadi yang tertinggi di dunia, jauh di atas Rusia, Iran, India dan Amerika, yaitu di atas 50 ribu kasus baru per hari. Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pemerintah siap memasuki skenario terburuk. Ia memperkirakan kasus harian kemungkinan akan terus naik hingga angka 60 ribu per hari.

Untuk melayani kebutuhan pasien, dibutuhkan penambahan tempat tidur, yang diperoleh melalui konversi di rumah sakit, penetapan status rumah sakit khusus COVID-19 hingga pembukaan rumah sakit lapangan. Sebagai konsekuensinya, tentu akan dibutuhkan penambahan tenaga kesehatan.

Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan usai Ratas dengan Presiden Jokowi di Jakarta, Senin (12/7). (Foto: VOA)

“Tenaga kesehatan semua dipenuhi oleh mahasiswa dokter dan perawat. Kami mobilisasi perawat itu ada 20 ribu lebih, yang segera di deploy (ditempatkan.red), dan mereka di-training (dilatih.red) dulu, beberapa hari kemudian dimasukkan dan diperkerjakan,” ujar Luhut dalam keterangan harian, Kamis (15/7).

Proses administrasi untuk mobilisasi perawat itu, kata Luhut sudah disiapkan, termasuk asrama bagi mereka. Selain perawat, pemerintah juga akan menambah jumlah dokter.

“Ada 2.000 dokter yang baru lulus, dan itu kita training, dan kita punya lulusan dokter lebih dari 2.000 dan itu segera akan kita mobilisasi,” tambah Luhut.

Prof. Wiku : Jika Terjadi Lonjakan Hingga 30 Persen, Dibutuhkan 9.000 Tempat Tidur RS

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito juga menyinggung rencana ini dalam keterangan pers harian pada Kamis sore (15/7). Target konversi tempat tidur di rumah sakit mencapai 40 persen, khusus untuk layanan COVID. Selain itu, rumah sakit darurat atau rumah sakit lapangan khusus COVID juga akan dibuka.

Jubir Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito. (Humas BNPB).

Penambahan tempat isolasi terpusat, kata Wiku, juga menjadi fokus utama untuk menurunkan bebas rumah sakit. Jika dalam beberapa hari ke depan, terjadi lonjakan kasus hingga 30 persen, maka setidaknya untuk layanan pasien akan dibutuhkan tambahan 9 ribu tempat tidur isolasi dan 6 ribu ICU.

“Penambahan tenaga kesehatan juga menjadi fokus perbaikan penanganan yang dilakukan pemerintah. Kebutuhan ini akan diisi dengan mahasiswa tingkat akhir dan perawat yang belum melewati uji kompetensi, untuk membantu penanganan COVID-19 dengan supervisi dari perawat senior,” ujar Wiku.

Kesulitan Rekrutmen di Daerah

Rencana pusat ini disambut baik pemerintah daerah. Kepala Dinas Kesehatan DI Yogyakarta, Pembajun Setyaningastutie mengatakan, dengan aturan baru yang keluar, pemerintah bisa merekrut mahasiswa yang telah selesai belajar teori.

Kepala Dinas Kesehatan DI Yogyakarta, Pembajun Setyaningastutie. (Foto: VOA/Nurhadi)

“Sebagai tanda terima kasihnya, ini masuk dalam hitungan SKS untuk PKL-nya, Praktik Kerja Lapangan-nya. Sehingga pada saat mereka melakukan kegiatan ini, merupakan bagian dari proses menyelesaikan pendidikan, tentu saja ini tetap diawasi para dosen di institusi pendidikan tersebut,” kata Pembajun, Kamis di Yogyakarta.

Pembajun memastikan, ketika bertugas, mereka tidak akan merawat pasien COVID-19 dalam kategori berat.

Melalui program ini, Kementerian Kesehatan meminta institusi-institusi pendidikan kesehatan untuk memobilisasi mahasiswa yang berada dalam tahap akhir kuliah. Keikutsertaan mereka akan masuk sebagai bagian dari Praktik Kerja Lapangan (PKL), karena sebenarnya dalam kondisi saat ini calon perawat juga kesulitan mencari tempat kerja praktik. Rumah sakit pun cenderung tidak mau menerima calon perawat di lingkungan mereka, sebagaimana dilakukan sebelum pandemi.

Perawat menyajikan makanan untuk pasien COVID-19 di sebuah rumah sakit di Bogor, 26 Januari 2021. (REUTERS/Willy Kurniawan)

Pembajun memastikan, mahasiswa perawat tingkat akhir ini hanya akan memberikan pelayanan pada kasus-kasus ringan sampai sedang. Mereka tidak akan melayani kasus dengan kebutuhan ventilator atau High Flow Nasal Cannula (HFNC).

“Karena adik-adik itu belum terasah. Bukan tidak bisa, tetapi belum terasah. Karena itu harus hati-hati kita tempatkan untuk mengurus yang ringan dan sedang. Biar yang senior, sudah kompeten yang ahli dan jam terbangnya sudah tinggi, digilir atau dimobilisasi untuk menangani yang berat,” lanjut Pembajun.

Your browser doesn’t support HTML5

Hadapi Skenario Terburuk, Indonesia Mobilisasi Tenaga Kesehatan

Pemerintah daerah telah berbulan-bulan menggelar program rekrutmen tenaga kesehatan dengan skema sukarela. Di Yogyakarta misalnya, perekrutan tenaga perawat khusus untuk program penanganan COVID-19 sejauh ini, baru diminati 33 pendaftar dari 200 orang yang dibutuhkan.

Nakes mengenakan masker di ruang perawat di ruang gawat darurat RS Persahabatan, di tengah pandemi COVID-19 di Jakarta, 13 Mei 2020. (REUTERS/Willy Kurniawan)

Pembajun mengaku semua kembali pada hati nurani masing-masing pihak. Salah satu syarat penting adalah persetujuan orang tua, yang memang tidak mudah diberikan.

“Kita juga tidak bisa memungkiri, kalau keluarga keberatan. Kita tidak bisa memaksa seperti itu. nanti kita dikira melanggar HAM kalau memaksa anaknya,” lanjutnya. [ns/em]