Pembela Wilfrida mengatakan Senin (30/9), bila bukti mengenai fakta umur Wilfrida masih di bawah 18 tahun akan bisa membebaskannya dari tuntutan hukuman mati yang diajukan oleh jaksa.
KELANTAN, MALAYSIA —
Hakim yang memimpin sidang di Mahkamah Tinggi Kota Bharu Kelantan Malaysia yang mengadili kasus pembunuhan dengan terdakwa pekerja migran asal Belu, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Wilfrida Soik, hari Senin (30/9) siang mengabulkan permohonan Tim Pembela yaitu menunda putusan sela hingga tanggal 17 November 2013 yang akan datang.
Hakim Dato’ Azmad Zaidi bin Ibrahim dari Mahkamah Tinggi Kota Bharu Kelantan memutuskan untuk menunda putusan sela hingga 17 November sesuai permohonan tim pembela Wilfrida yang disampaikan pengacara Tan Sri Mohamad Safee Abdullah.
Safee mengajukan permohonan agar segera dilakukan pemeriksaan medis yang menyeluruh untuk membuktikan bahwa umur Wilfrida Soik pada waktu terjadinya pembunuhan ia belum dewasa karena masih di bawah 18 tahun, dan telah terjadi pemalsuan umur di paspornya yang menyebutkan waktu itu ia telah berumur 21 tahun oleh calo yang mengirimkannya bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Malaysia.
Safee mengaku, bukti mengenai fakta umur Wilfrida tersebut akan membebaskannya dari tuntutan hukuman mati yang telah diajukan oleh jaksa.
”Saya sangat optimistik berkenaan dengan case ini, sungguhpun pada awalnya saya mendapati case ini amat berat dari segi bahwa pembunuhan itu bisa dibuktikan dari segi telah terjadi kematian. Dari segi kematian siapa yang melakukan mungkin dibuktikan. Tapi tidak semua kematian (akibat tindak pembunuhan) berujung pada pembunuhan yang dengan tuntutan hukuman mati,” kata Safee.
Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat yang ikut menghadiri sidang hari Senin (30/9), mengatakan ia optimis jika terbukti bahwa Wilfrida masih di bawah umur ketika melakukan tindak kriminal membunuh majikannya, ia akan bebas dari jeratan hukum.
”Kami senang karena ingin ada ujian usia biologis melalui tulang, jadi ada bone aging examination di universitas USM di Malaysia, dan itu betul-betu umur factual sehingga tidak bisa lagi dibohong-bohongi. Oleh karena itu kami sangat optimis kalau memang Wilfrida terbukti secara biologis di bawah umur, ya ia akan terbebas dari hukuman mati,” kata Jumhur.
Pada tanggal 7 Desember 2010 Wilfrida Soik ditangkap Kepolisian Pasir Mas di sekitar Kampung Chabang Empat, Tok Uban, Kelantan, Malaysia atas tuduhan pembunuhan terhadap majikan perempuannya bernama Yeap Seok Pen di Kota Bharu, Kelantan.
Menurut sistem hukum di Malaysia, dalam setiap tindak pidana pembunuhan pelaku akan dituntut hukuman mati meskipun vonis akhir tergantung dari seluruh proses persidangan yang berlangsung.
Anggota DPR RI, Rieke Dyah Pitaloka juga mengharapkan Wilfrida bisa terhindar dari vonis hukuman mati.
“Karena ada indikasi kuat Wilfrida di bawah umur dan korban perdagangan manusia kami berharap WIlfrida dibebaskan. Kita sudah ada juris-prudensi di Singapura juga. Kami sebagai DPR mendesak agar pemerintah turun langsung (mengawasi) apalagi Wilfrida itu dikirim (ke Malaysia) saat moratorium (PRT ke Malaysia),” papar Rieke.
Sidang kasus Wilfrida di Mahkamah Tinggi Kota Bharu Kelantan hari Senin dihadiri oleh kedua orangtua Wilfrida dari Desa Faturika Belu Nusa Tenggara Timur, Romo Gorius Sainudin Dudy dari Keuskupan Atambua dan wakil dari Pemda NTT.
Beberapa pihak ikut hadir dalam persidangan ini, antara lain Duta Besar Indonesia di Malaysia Herman Prayitno, Ketua Satgas Perlindungan Warga Negara di KBRI Kuala Lumpur Dino Nurwahyudin, Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan sejumlah aktivis dari Jakarta.
Hakim Dato’ Azmad Zaidi bin Ibrahim dari Mahkamah Tinggi Kota Bharu Kelantan memutuskan untuk menunda putusan sela hingga 17 November sesuai permohonan tim pembela Wilfrida yang disampaikan pengacara Tan Sri Mohamad Safee Abdullah.
Safee mengajukan permohonan agar segera dilakukan pemeriksaan medis yang menyeluruh untuk membuktikan bahwa umur Wilfrida Soik pada waktu terjadinya pembunuhan ia belum dewasa karena masih di bawah 18 tahun, dan telah terjadi pemalsuan umur di paspornya yang menyebutkan waktu itu ia telah berumur 21 tahun oleh calo yang mengirimkannya bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Malaysia.
Safee mengaku, bukti mengenai fakta umur Wilfrida tersebut akan membebaskannya dari tuntutan hukuman mati yang telah diajukan oleh jaksa.
”Saya sangat optimistik berkenaan dengan case ini, sungguhpun pada awalnya saya mendapati case ini amat berat dari segi bahwa pembunuhan itu bisa dibuktikan dari segi telah terjadi kematian. Dari segi kematian siapa yang melakukan mungkin dibuktikan. Tapi tidak semua kematian (akibat tindak pembunuhan) berujung pada pembunuhan yang dengan tuntutan hukuman mati,” kata Safee.
Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat yang ikut menghadiri sidang hari Senin (30/9), mengatakan ia optimis jika terbukti bahwa Wilfrida masih di bawah umur ketika melakukan tindak kriminal membunuh majikannya, ia akan bebas dari jeratan hukum.
”Kami senang karena ingin ada ujian usia biologis melalui tulang, jadi ada bone aging examination di universitas USM di Malaysia, dan itu betul-betu umur factual sehingga tidak bisa lagi dibohong-bohongi. Oleh karena itu kami sangat optimis kalau memang Wilfrida terbukti secara biologis di bawah umur, ya ia akan terbebas dari hukuman mati,” kata Jumhur.
Pada tanggal 7 Desember 2010 Wilfrida Soik ditangkap Kepolisian Pasir Mas di sekitar Kampung Chabang Empat, Tok Uban, Kelantan, Malaysia atas tuduhan pembunuhan terhadap majikan perempuannya bernama Yeap Seok Pen di Kota Bharu, Kelantan.
Menurut sistem hukum di Malaysia, dalam setiap tindak pidana pembunuhan pelaku akan dituntut hukuman mati meskipun vonis akhir tergantung dari seluruh proses persidangan yang berlangsung.
Anggota DPR RI, Rieke Dyah Pitaloka juga mengharapkan Wilfrida bisa terhindar dari vonis hukuman mati.
“Karena ada indikasi kuat Wilfrida di bawah umur dan korban perdagangan manusia kami berharap WIlfrida dibebaskan. Kita sudah ada juris-prudensi di Singapura juga. Kami sebagai DPR mendesak agar pemerintah turun langsung (mengawasi) apalagi Wilfrida itu dikirim (ke Malaysia) saat moratorium (PRT ke Malaysia),” papar Rieke.
Sidang kasus Wilfrida di Mahkamah Tinggi Kota Bharu Kelantan hari Senin dihadiri oleh kedua orangtua Wilfrida dari Desa Faturika Belu Nusa Tenggara Timur, Romo Gorius Sainudin Dudy dari Keuskupan Atambua dan wakil dari Pemda NTT.
Beberapa pihak ikut hadir dalam persidangan ini, antara lain Duta Besar Indonesia di Malaysia Herman Prayitno, Ketua Satgas Perlindungan Warga Negara di KBRI Kuala Lumpur Dino Nurwahyudin, Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan sejumlah aktivis dari Jakarta.