Ratusan demonstran berkumpul di luar sebuah gedung pengadilan Hong Kong hari Senin (1/3), untuk menunjukkan dukungan bagi 47 aktivis prodemokrasi dan tokoh-tokoh politik yang dijadwalkan akan dikenai dakwaan resmi bersekongkol melakukan subversi.
Demonstran meneriakkan slogan-slogan prodemokrasi seperti “Bebaskan Hong Kong, revolusi zaman kita,” dan “bebaskan semua tahanan politik,” sambil mengangkat salam tiga jari seperti terlihat dalam film Hunger Games yang dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintahan autokrat di Myanmar dan Thailand.
Tuduhan bersekongkol untuk melakukan subversi terkait dengan keikutsertaan para terdakwa tahun lalu dalam pemilihan pendahuluan tidak resmi untuk parlemen Hong Kong. Permohonan pembebasan dengan jaminan yang diajukan para aktivis, yang ditangkap bulan lalu namun kemudian dibebaskan, kini ditolak.
Mereka yang didakwa antara lain adalah Joshua Wong, yang telah berada di balik jeruji penjara setelah dinyatakan bersalah atas dakwaan menghasut dan menyelenggarakan demonstrasi pada Juni 2019 dalam kasus terpisah.
Juga dikenai dakwaan adalah mantan dosen hukum Benny Tai dan mantan legislator prodemokrasi Claudia Mo.
Mereka yang dipanggil ke pengadilan hari Minggu (28/2) baru diberitahu beberapa hari sebelumnya bahwa mereka harus melapor ke kantor-kantor polisi untuk ditahan. Mereka sebelumnya diperkirakan akan melakukan hal itu pada bulan April mendatang.
Mereka termasuk di antara beberapa aktivis yang banyak mendapat sorotan, yang telah ditangkap dalam beberapa bulan ini. Termasuk di antaranya adalah taipan media Jimmy Lai. Ia diadili atas tuduhan berkolusi dengan pihak asing. Sementara itu yang lainnya telah kabur ke pengasingan politik.
Dalam wawancara dengan VOA, aktivis Hong Kong yang mengasingkan diri Baggio Leung yang kini berada di Washington, mengkritik penahanan 47 aktivis.
“Menurut saya apa yang disebut kejahatan ini konyol, 47 aktivis menghadapi ancaman hukuman maksimum penjara seumur hidup, dan apa yang mereka lakukan hanyalah berusaha meraih mayoritas di parlemen,” katanya.
“Tidak ada ruang bagi partai legal yang prodemokrasi,” lanjut Leung. [uh/ab]