Vietnam mengambil pendekatan yang lebih terbuka dan transparan dalam menanggapi penahanan nelayan Vietnam baru-baru ini oleh China di Laut Cina Selatan, kata para analis kepada VOA.
Hanoi juga meneruskan pembangunan landasan udara baru di terumbu karang di zona ekonomi eksklusifnya untuk lebih menegaskan kedaulatannya dan menantang klaim-klaim Beijing.
Akhir pekan lalu, wakil juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam Doan Khac Viet meminta China untuk membebaskan nelayan yang ditangkap bersama kapal penangkap ikan mereka di perairan sekitar Kepulauan Paracel. Vietnam tidak menyebutkan kapan atau berapa banyak nelayan yang ditahan.
"Vietnam dengan tegas menentang tindakan China, dan meminta China agar menghormati sepenuhnya hak Vietnam atas Kepulauan Paracel, membebaskan semua nelayan dan kapal Vietnam yang ditahan secara ilegal, memberikan kompensasi atas kerusakan, dan menghentikan serta tidak mengulangi intimidasi dan penangkapan ilegal terhadap kapal dan nelayan Vietnam," kata Viet dalam konferensi pers akhir pekan lalu pada 31 Oktober.
Viet tidak mengatakan kapan atau berapa banyak nelayan yang telah ditahan. Namun, Radio Free Asia (RFA) mengutip sebuah lembaga kajian China yang minggu ini mengatakan nelayan Vietnam telah berada dalam tahanan China di kepulauan Paracel selama lebih dari enam bulan.
South China Sea Probing Initiative (SCSPI) yang berpusat di Beijing pada platform media sosial X mengatakan para nelayan tersebut "ditangkap pada bulan April dan Mei" karena kegiatan penangkapan ikan ilegal di perairan sekitar Kepulauan Paracel, kata laporan RFA.
"Selalu ada nelayan Vietnam di perairan yang sensitif," kata Raymond Powell, seorang peneliti di Gordian Knot Center for National Security Innovation, Universitas Stanford kepada VOA pada hari Senin. "Kami tidak tahu pasti berapa banyak yang telah ditahan karena Vietnam bukanlah pemerintahan yang paling transparan."
China membantah keterangan Vietnam tentang apa yang terjadi.
Ketika ditanya tentang insiden tersebut Jumat lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian mengatakan, "China mendesak pihak Vietnam untuk berbuat lebih banyak guna meminta nelayan mereka berhenti terlibat dalam kegiatan ilegal di perairan di bawah yurisdiksi China."
Dikenal sebagai Hoang Sa dalam bahasa Vietnam, Kepulauan Paracel telah berada di bawah kendali China sejak negara itu menduduki pulau-pulau tersebut dalam konflik kekerasan dengan Vietnam pada tahun 1974. China mengeklaim bahwa sebagian besar Laut Cina Selatan adalah bagian dari wilayahnya, meskipun ada putusan internasional yang menyatakan sebaliknya.
Nguyen Khac Giang, peneliti tamu di Institut ISEAS-Yusof Ishak, mengatakan intimidasi China terhadap nelayan Vietnam di sekitar Kepulauan Paracel adalah hal yang biasa, tetapi tanggapan Hanoi baru-baru ini menunjukkan pendekatan baru dari Hanoi.
“Saya pikir langkah ini terinspirasi oleh ‘inisiatif transparansi’ oleh Filipina,” kata Giang kepada VOA dalam percakapan telepon pada tanggal 5 November. Ia mengacu pada bagaimana pemerintah Filipina di bawah Presiden Ferdinand Marcos Jr. telah mengungkap agresi China di Laut Cina Selatan.
Hanoi harus melakukan tindakan penyeimbangan yang rumit, terjepit di antara tetangganya yang kuat, sekutu Barat, dan menunjukkan kepada penduduknya, bahwa mereka tidak tunduk kepada China, imbuh Giang.
Dengan mengambil pendekatan yang lebih transparan seperti Filipina, Vietnam memungkinkan “siapa pun yang ingin tahu tentang situasi terkini dalam sengketa Laut Cina Selatan untuk menilai sendiri siapa yang benar dan siapa yang salah,” kata Giang. “Vietnam harus memainkan permainannya. Memiliki inisiatif transparansi semacam ini adalah bagian dari permainan.”
Bentrokan di laut
Vietnam tidak lagi berterus terang mengenai tindakan China di Laut Cina Selatan sejak 2014, ketika China membangun anjungan minyak di dekat Kepulauan Paracel, kata Giang. Tindakan tersebut memicu protes anti-China di Vietnam dan kebuntuan selama berbulan-bulan antara kapal-kapal China dan Vietnam.
Giang melihat Hanoi kembali mengambil pendekatan yang lebih terbuka pada awal Oktober ketika media lokal melaporkan "serangan brutal terhadap nelayan dari provinsi Quang Ngai."
Menurut media lokal VnExpress, dua kapal China mengepung kapal penangkap ikan Vietnam pada tanggal 29 September. Sekitar 40 orang dari kapal-kapal China menaiki kapal Vietnam dan memukuli para nelayan dengan batang logam, mematahkan tulang dan membuat satu orang pingsan.
Para nelayan Vietnam mengatakan peralatan dan tangkapan ikan mereka seberat empat ton juga dicuri sebelum mereka diizinkan kembali ke daratan.
Seorang nelayan berusia 30-an dari provinsi pesisir Binh Thuan menggambarkan kapal-kapal penangkap ikan China di daerah itu "bersenjata dan agresif."
"Orang China tampaknya tidak takut pada kami," katanya kepada VOA dalam bahasa Vietnam pada tanggal 4 November, meminta untuk tidak menyebutkan namanya karena sensitivitas topik tersebut. "Bahkan, mereka berperilaku seolah-olah daerah itu milik negara mereka." Para nelayan di Binh Thuan mengatakan salah satu temannya telah "diancam oleh kapal China" dan yang lainnya telah "diserang" oleh kapal China dan peralatan mereka dicuri.
Vietnam umumnya lebih bungkam ketika menyangkut serangan China terhadap nelayannya, tetapi pemukulan baru-baru ini mungkin mustahil diabaikan oleh Hanoi. "Mereka mungkin sudah mencapai batasnya," kata Powell kepada VOA melalui telepon pada tanggal 4 November. "Cedera yang dialami nelayan-nelayan itu begitu parah sehingga benar-benar tidak dapat disembunyikan."
Landasan udara baru
Selain memprotes perlakuan China terhadap nelayan Vietnam, Hanoi telah membangun pulau-pulau buatan di Laut Cina Selatan. Citra satelit yang menunjukkan upaya terbarunya adalah membangun landasan udara di terumbu karang Barque Canada, sebuah batu di dekat Kepulauan Spratly dalam zona ekonomi eksklusif Vietnam.
Collin Koh Swee Lean, peneliti senior di Institut Studi Pertahanan dan Strategis Singapura, kepada VOA pada tanggal 5 November mengatakan landasan udara itu bisa sepanjang 3.000 meter. Ia mencatat bahwa landasan udara itu kemungkinan akan digunakan untuk persinggahan sementara, pengisian bahan bakar pesawat, dan berpotensi untuk menyimpan amunisi dan persenjataan selama krisis.
Landasan udara tersebut “akan memungkinkan Vietnam memiliki kehadiran yang jauh lebih kuat di Laut Cina Selatan,” kata Koh.
Powell mengatakan Vietnam telah memanfaatkan kesibukan China dengan Filipina dalam beberapa tahun terakhir untuk fokus pada pembangunan pulau. “China belum banyak bicara tentang [pembangunan pulau Vietnam itu] mungkin karena mereka begitu disibukkan dengan Filipina,” kata Powell. “Vietnam benar-benar memperkuat pos-pos militernya.”
Menambah kekuatan militernya di laut dianggap penting bagi Hanoi karena meningkatnya pengaruh China di negara tetangga Kamboja dan Laos. Hanoi mungkin juga khawatir tentang Filipina yang mungkin akan lebih bersahabat dengan kepemimpinan China dalam pemilihan umumnya tahun 2028.
“Orang Vietnam menyadari bahwa ada begitu banyak pembangunan China di lingkungan tersebut,” katanya. “Vietnam mencoba melawannya dengan pembangunannya sendiri. (my/lt)