Retno Nartani sudah menekuni bidang pertambangan dan lingkungan selama tiga puluh tahun. Lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini kini bekerja di salah satu perusahaan pertambangan di Indonesia. Menurut Retno, pendidikan maupun profesi tak mengenal perbedaan gender.
Ketertarikan Retno pada dunia pertambangan berawal dari kampus. Menurutnya, pertambangan adalah program studi yang langka dan menarik.
BACA JUGA: Hari Perempuan Internasional Menandai Tahun yang Semakin Sulit bagi Perempuan di Seluruh Dunia"Saya dulu juga tomboi, saat saya terjun ke dunia industri pertambangan, sejak saya studi di kampus hingga bekerja di pertambangan ternyata pertambangan masih menjadi dominasi pria,” ujarnya dalam sebuah webinar berbahasa Inggris, Minggu (7/3).
Retno, yang dikenal sebagai Srikandi Pertambangan Indonesia ini, ingin membuktikan bahwa perempuan pun bisa menekuni pekerjaan yang sering dilabeli dengan pekerjaan laki-laki. Ia bahkan awalnya ingin bekerja di pertambangan di Sumatra, Kalimantan, atau Papua yang masih dipenuhi hutan lebat.
Keinginan untuk membuktikan bahwa perempuan bisa bekerja sebaik laki-laki juga disampaikan insinyur penerbangan dari Malaysia, Putri Siti Noordiyana Binti Mohd Zain. Putri memilih pendidikan dan profesi yang seringkali didominasi kaum adam ini. Dia bekerja di maskapai penerbangan multinasional.
"Saya sekarang tidak melihat diskriminasi di bidang yang saya tekuni ini. Orang melihat dari kemampuan dan keahlian individual, tidak lagi dari sisi gender. Kalau saya diminta memasak," ujar Putri.
Dia menegaskan jangan menilai kemampuan seseorang dari gender.
BACA JUGA: Pekerjaan Perempuan Lebih Terdampak di Era Pandemi"Kalau kami bisa merintis kemampuan dan keahlian dari bawah hingga atas, orang akan mengenalmu dari apa yang telah kamu kerjakan, siapa dirimu, dan tidak melihat dari sisi gender lagi," tegasnya.
Kedua perempuan insinyur ini menjadi narasumber diskusi daring antara Forum Perempuan Insinyur - Persatuan Insinyur Indonesia PII dengan The Institution of Engineers Malaysia (IEM) dan didukung organisasi Federasi Insinyur se ASEAN atau AFEO dalam rangka perayaan Hari Perempuan Internasional, 8 Maret.
Tantangan menjadi sumber semangat keduanya menekuni pendidikan dan profesi yang biasa dilakukan laki-laki. Stigma tak membuat keduanya berpaling arah dan terus menekuni keahlian ini.
Bertahan di Tengah Pandemi
Menekuni bidang pertambangan tidaklah mudah. Apalagi, saat ini sedang terjadi pandemi Covid 19. Retno terus berupaya mencegah agar virus tersebut masuk ke lingkungan pekerjaanya, termasuk di lapangan.
"Saya harus menjaga lingkup pekerjaan pertambangan, lokasi tambang kami tertutup dari pihak luar. Jika tidak ditutup dari pihak luar, kami khawatir masuknya virus hingga tingkat penyebaran virus Covid 19 akan lebih tinggi," ujar Retno.
Putri, yang bekerja di dunia penerbangan Malaysia, terkena dampak pandemi Covid 19. Pandemi menurunkan potensi dunia pariwisata dan perjalanan maskapai penerbangan di Malaysia. Pemulihan perjalanan udara kawasan Asia diprediksi memakan waktu hingga 2025, lebih lama dari perkiraan sebelumnya, yaitu 2024. Akibatnya, Putri beralih sementara dari profesinya itu menjadi guru dan pengasuh bayi demi memenuhi kebutuhan keluarganya.
Putri mengalami perubahan jadwal kerja yang cukup besar dengan pekerjaan barunya. Namun, salah satu yang dirasakan adalah tidak ada tekanan pekerjaan, seperti berjaga berjam-jam untuk penerbangan.
Your browser doesn’t support HTML5
"Jadi ada perbedaan pekerjaan. Saya tidak memiliki jadwal berjam-jam standby untuk penerbangan. Jadi sekarang bekerja yang sangat berbeda, selama 13 tahun ini, menjaga mental juga penting," pungkas Putri.
Apapun itu ia sangat bangga dapat terus bekerja, di masa sulit akibat pandemi sekali pun. [ys/em/ft]