Hati-hati Beri Obat Dekongestan Kepada Anak Saat Flu

Seorang anak laki-laki mengenakan masker sebelum menerima vaksinasi Influenza di sebuah rumah sakit di Taipei, 9 November 2009.

Untuk anak-anak berusia di bawah 12 tahun, obat dekongestan mungkin dapat meringankan gejala pilek, seperti hidung tersumbat atau ingus yang terus menerus keluar. Tapi penelitian terbaru, seperti dilansir Reuters, menunjukkan, obat untuk mengatasi hidung tersumbat mungkin tidak aman untuk kelompok usia ini.

Untuk orang dewasa, tak banyak bukti bahwa dekongestan dapat membantu mengatasi hidung tersumbat, yang merupakan salah satu dari gejala pilek yang paling mengganggu.

Sedangkan untuk anak-anak, tidak ada bukti yang jelas jika obat tersebut bisa efektif membantu meringankan hidung tersumbat. Tapi, banyak penelitian yang menunjukkan efek samping ringan atau bahkan sampai berpotensi berbahaya, tulis salah satu tim peneliti dalam the BMJ.

“Pilek adalah penyakit umum yang dapat menyerang siapa saja,” kata kepala peneliti, Dr. Mieke van Driel dari Universitas Queensland di Brisbane, Australia.

Pilek atau flu disebabkan oleh virus dan biasanya butuh 7 hingga 10 hari. Umumnya, anak-anak bisa pilek 6-8 kali per tahun, dan orang dewasa bisa terkena flu 2-4 kali.

Untuk melihat gejala yang paling mengganggu pasien, van Driel dan rekannya meminta 10 pelanggan mencari obat tanpa resep di apotek di Belgia, untuk gejala yang mereka anggap paling mengkhawatirkan.

“Bukti mengenai kesehatan hanya relevan jika mengatasi hal-hal yang dianggap penting oleh pasien,” kata van Driel melalui surat elektronik. “Kami ingin memastikan ringkasan bukti kami bermanfaat bagi mereka dan meminta mereka membimbing kami.”

Para pasien sangat menekankan pada gejala saluran pernafasan, jadi tim peneliti memutuskan untuk fokus pada obat-obatan untuk mengatasi hidung tersumbat, hidung berair, dan bersin.

Peneliti melihat studi yang menilai efek dekongestan, antihistamin, analgesik, kortikosteroid, intranasal, obat verbal, vitamin, dan mineral seperti seng, serta pembilas saluran hidung, vapor gosok, dan uap inhalasi.

Secara keseluruhan, mereka menemukan sedikit bukti untuk mendukung gagasan bahwa setiap obat tanpa resep bisa membantu meringankan masalah gangguan pernafasan secara signifikan, dan obat-obat cenderung memiliki efek samping seperti insomnia, kantuk, sakit kepala, dan sakit perut.

Mereka juga menemukan beberapa uji coba pada anak-anak di bawah usia 12 tahun. Sebuah penelitian menemukan sedikit bukti bahwa obat tetes hidung mungkin aman bagi anak-anak. Beberapa penelitian kecil melaporkan hasil bertentangan mengenai efektifitas dekongestan dan antihistamin pada anak-anak.

Dalam sebuah tinjauan ulang, yang meliputi 4 uji coba secara acak dengan total 1.466 partisipan dewasa, obat penenang antihistamin membantu meredakan gejala hidung berair dan bersin namun tidak pada saluran pernafasan yang tersumbat. Namun, dengan antihistamin non-penenang, tidak ada gejala yang membaik. Antibiotik dan kortikosteroid intranasal tidak terbukti juga meredakan gejala.

Untuk obat-obat yang lebih “alami”, para peneliti menemukan bahwa uji klinis yang meneliti Echinacea, vitamin C, pelega tenggorokan, dan uap panas yang melembabkan tidak mengatasi gejala pada saluran pernafasan. Sebuah tinjauan ulang menyimpulkan bahwa obat tetes salin pada saluran hidung tidak efektif.

“Vitamin C umumnya dianggap sebagai alternatif terapi yang efektif, tidak berbahaya dan tidak mahal,” kata Angela Ortigoza dari Universitas Katolik Kepausan di Santiago, Chili yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Walaupun vitamin C membantu meningkatkan daya tahan tubuh, mengkonsumsi suplemen itu untuk mencegah pilek tidak akan ada efeknya, kata mereka.

Tim peneliti tidak menemukan penelitian mengenai probiotik, bawang, ramuan herbal Cina, salep, minyak eukaliptus, madu, ginseng atau meningkatkan asupan cairan untuk meredakan gejala pilek. [vp/ft]