Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang paling banyak ditemukan di dunia. Sebagian orang masih ada yang beranggapan didiagnosis mengidap kanker payudara serupa dengan divonis mati. Namun, tidak sedikit yang berpandangan berbeda. Mereka tetap optimistis, mampu bertahan dengan hidup yang berkualitas bahkan menjadi penyemangat dan pendamping bagi sesama penderitanya. Apa saja yang diperlukan untuk itu? Apa pula yang dilakukan organisasi yang bergiat dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kanker payudara?
Menurut Global Burden of Cancer Study (Globocan) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2020, kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak yang ditemukan pada kasus baru kanker, di Amerika maupun di Indonesia. Dalam hal tingkat kematian akibat kanker, kanker payudara adalah penyebab kematian terbanyak keempat di Amerika dan terbanyak kedua di Indonesia.
Menurut data terbaru American Cancer Society, sekarang ini ada lebih dari 3,8 juta survivor (penyintas) kanker payudara di AS, baik yang masih dalam perawatan maupun yang telah menuntaskannya.
Satu di antaranya adalah Adriana Sembiring, diaspora Indonesia warga Virginia. Ia didiagnosa dengan kanker payudara stadium 2A pada tahun 2010. Berbagai tahap pengobatan mulai dari kemoterapi, mastektomi, pengangkatan rahim, radiasi, minum obat dan perawatan lainnya telah dan terus ia jalani hingga kini.
Namun, apabila pertama kali bertemu dengannya, orang mungkin tidak akan mengira bahwa kankernya telah merambat ke organ-organ lain dengan kondisinya yang kini mencapai stadium 4. Apa yang membuat mantan wartawan ini tampak optimistis, menikmati hidup berkualitas dan hampir-hampir terlihat seperti tidak menderita penyakit yang dianggap sebagai momok yang menyeramkan itu?
“Yang membuat saya tetap optimistis, tinggal di Amerika ini banyak sekali riset-riset baru, untuk obat-obat baru, terutama kalau yang saya amati tentu obat-obat baru untuk breast cancer. Jadi tidak pernah merasa putus asa, begitu melihat ada satu obat itu sudah tidak manjur, nanti terus waktu konsultasi ke dokter ataupun saya lihat-lihat di media, baca di riset-riset medis ada obat baru, nanti kita bisa coba,” kata Adri.
Pada tahun 2019, Adri, misalnya, sempat mengikuti uji klinis obat yang belum disetujui oleh Badan Pengawas Makanan dan Obat AS (FDA), tetapi sudah manjur untuk jenis-jenis kanker lainnya. Obat yang diperolehnya dalam program yang diawasi badan pemerintah ini efektif menahan pertumbuhan sel-sel kanker selama 2 tahun. Ketika pertumbuhan terlihat lagi, iapun beralih ke obat baru.
Peran pendukung
Adri tidak hanya mengandalkan perkembangan dunia medis dalam pengobatan kanker untuk membuatnya optimistis. Keluarga berperan besar dalam membuatnya tetap bersemangat menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasanya. Dengan bersikap terbuka mengenai penyakit kankernya, ia pun banyak mendapat dukungan dari orang-orang terdekatnya, yakni keluarga dan teman-temannya. Berbicara terbuka juga mendorongnya untuk mencari tahu lebih banyak mengenai penyakitnya. Ini sekaligus membuatnya dapat berbagi info dan saran dengan teman-temannya dari Indonesia yang datang ke Amerika.
BACA JUGA: Lawan Kanker Payudara, Warga Indonesia di AS Rilis Novel "I Pink, I Can!"Salah seorang yang menjadi bagian dari support system Adri adalah Ita Guritno. Ada empat perempuan terdekat Ita yang didiagnosis dengan kanker payudara, salah seorang di antaranya meninggal dunia karena tidak memiliki informasi yang benar mengenai pengobatannya. Ini yang membuat Ita peduli pada pasien dan penyakit kanker payudara.
Bagi warga Maryland ini, yang penting untuk ditumbuhkan dalam diri para pasien kanker pertama-tama adalah iman dan pengharapan.
“Sebenarnya umur itu di tangan Tuhan, kan, tapi aku memberikan mereka kayak support, bahwa hari esok kita selalu ada, jangan sampai melihat besok sudah tidak ada harapan,” jelas Ita.
Setiap hari, ia membawa nama-nama sahabatnya yang sakit dalam doa dan percaya bahwa Tuhan pasti akan menyembuhkan mereka, membuat mereka bertahan hingga melihat anak keturunan mereka. Sesekali, untuk menyemangati, ia mengajak sahabatnya melakukan kegiatan ringan bersama seperti hiking, menonton film atau kegiatan ringan lainnya di luar rumah. Memberi semangat, mengajak berolahraga ringan sesuai anjuran dokter, merupakan upaya menggembirakan sahabat-sahabatnya yang sakit kanker. Karena, Ita mengingatkan, hati yang gembira adalah obat.
Adri, yang pensiun dini beberapa tahun silam, kini memang memiliki lebih banyak waktu untuk merawat diri, beristirahat guna memperkuat diri dalam menjalani pengobatan baru. Selain beraktivitas di luar ruang seperti bersepeda, sumber kegembiraan dalam mengisi hari-harinya adalah merencanakan perjalanan.
BACA JUGA: Gaza Gelar Kampanye Perangi Kanker PayudaraTempat saling mendukung dan berbagi informasi
Bukan hanya dukungan moral yang bisa diberikan. Ita, juga Adri, turut berpartisipasi dalam penggalangan dana untuk kanker payudara, berupa kegiatan jalan atau lari, yang biasa digelar rutin pada Bulan Kesadaran Kanker Payudara, yang secara global diperingati setiap Oktober.
Salah satu organisasi di Indonesia yang kerap menjadi tujuan donasi mereka adalah Lovepink. Organisasi nirlaba ini berfokus pada pendampingan moral sesama perempuan dengan kanker payudara dan edukasi, kampanye mengenai deteksi dini kanker payudara.
Madelina Mutia, yang akrab dipanggil Muti, satu dari dua pendiri Lovepink mengatakan, “Kenapa ini kita anggap penting? Ngomongin payudara di Indonesia masih tabu, ngomongin payudara masih ditutup-tutupi, apalagi penyakitnya. Yang datang ke rumah sakit itu sudah terlambat, stadiumnya sudah tinggi, 70-80 persen sudah terlambat. Kita mendapat data itu dari para dokter.”
Ide pembentukan organisasi nirlaba ini bermula dari pengalaman pribadi Muti setelah ia didiagnosa dengan kanker payudara pada tahun 2010. Ia mendapati ketika itu tidak ada support group di mana anggotanya dapat saling mendukung dan saling bertukar informasi berbagai hal mengenai kanker payudara.
Setelah resmi menjadi yayasan pada tahun 2013, kegiatan demi kegiatan Lovepink yang diselenggarakan setiap tahun bertambah dan kian beragam. Mulai dari pelatihan public speaking bersertifikat yang mendorong pasien kanker untuk mampu berbagi pengalaman di hadapan publik, mendampingi pasien di kediaman maupun saat terapi di rumah sakit, serta membuat chat groups di WA bagi mereka yang telah selesai dan masih menjalani terapi. Selain itu, mengoperasikan mobil van sumbangan sebagai klinik keliling gratis bagi perempuan dari kelompok masyarakat prasejahtera yang ingin melakukan deteksi dini, hingga penyuluhan dan sosialisasi mengenai kanker payudara di berbagai tempat.
Sempat terhenti beberapa bulan setelah pandemi merebak, kegiatan penyuluhan Lovepink kemudian dimulai kembali secara online, baik melalui Zoom maupun dengan memanfaatkan media sosial seperti Instagram.
Bagi organisasi, ini menguntungkan, karena kegiatan tersebut dapat berlangsung tiga hingga empat kali dalam sehari, kata Muti.
Kegiatan klinik keliling yang terhenti, diganti dengan program membiayai perempuan dari keluarga prasejahtera memeriksakan diri ke rumah sakit. Dengan mengundang sponsor dan donatur, Lovepink menargetkan dapat mengirim seribu perempuan ke rumah sakit selama bulan Oktober lalu. Nyatanya, antusiasme donatur begitu besar sampai-sampai bantuan itu dalam bulan lalu saja telah cukup untuk mengirim lebih dari 2.000 perempuan.
Penyuluhan jangan berhenti
Selewat bulan Oktober, apa lagi yang bisa dilakukan? Adri berharap setiap bulan masyarakat terus diingatkan bahwa penyakit kanker ini ada. Selain itu, yang paling penting menurutnya adalah terus menggalang dana untuk riset, maupun untuk membantu orang-orang yang tidak memiliki akses atau biaya untuk pemeriksaan payudara secara dini.
Di AS sendiri, lanjut Adri, dana yang digalang untuk riset kanker payudara sangat besar, hal yang katanya membuat iri pasien kanker lainnya.
Muti juga merasakan banyak pihak yang ingin berkolaborasi dengan Lovepink dalam menggalang dana. Bukan hanya brand terkemuka, anak-anak mudapun banyak yang mulai tertarik bekerja sama, lanjut Muti.
Menggambarkan mengenai dampak aktivitas organisasinya, perempuan yang berprofesi sebagai psikolog ini mengemukakan,“Kata-kata yang paling menyejukkan buatku adalah ‘aku merasa Lovepink jadi rumah aku. Karena ada Lovepink aku jadi lebih berani, aku jadi melihat kanker ini bukan sesuatu yang mengerikan.’ Itu kan so amazing. Dulu aku merasakan itu, tetapi tidak terpikir ada orang sebanyak itu yang juga merasakan hal sama.”
Kanker bukanlah sesuatu yang mengerikan juga menjadi pegangan Adri.Ia menganggap kanker layaknya penyakit-penyakit kronis lainnya, seperti diabetes atau kardiovaskular yang memerlukan perawatan telaten.
“Walaupun dikatakan belum ada obatnya, tapi kalau kita melihatnya seperti penyakit-penyakit lain, asal kita bisa merawat dan menahan pertumbuhan sel kanker ini, kita bisa saja mendapatkan kualitas hidup yang baik. Jadi semua itu tergantung pada diri kita sendiri,” lanjutnya.
Karena melawan penyakit ibaratnya berperang melawan diri sendiri, Adri juga mengingatkan sesama pasien kanker agar tidak malas mencari informasi atau sekadar menunggu keputusan dokter. [uh/ab]