Mengkritik UU atau meneriakkan slogan-slogan antipemerintah sudah cukup untuk memenjarakan seseorang atas tuduhan melakukan penghasutan di Hong Kong, demikian putusan sebuah pengadilan banding hari Kamis (7/3), dalam kasus penting yang diajukan berdasarkan UU era kolonial yang semakin banyak digunakan untuk menumpas perbedaan pendapat.
Pengadilan Banding Hong Kong menguatkan hukuman 40 bulan penjara bagi aktivis prodemokrasi Tam Tak-chi. Ia adalah orang pertama yang diadili berdasarkan UU penghasutan di kota itu, sejak Hong Kong dikembalikan ke pemerintah China pada tahun 1997.
Tam, yang dalam peringatan dikembalikannya Hong Kong ke pemerintah China pada 1 Juli 2020 tampak mengenakan seragam petugas keamanan masyarakat China, divonis bersalah atas 11 dakwaan pada tahun 2022, termasuk tujuh dakwaan “menyebutkan kata-kata menghasut.”
Ia meneriakkan “bebaskan Hong Kong, revolusi zaman kita” – kata-kata yang menurut pemerintah menyiratkan separatisme. Ia juga mengkritik Beijing karena memberlakukan UU Keamanan Nasional selama kampanye pemilihan pendahuluan.
Hakim mengatakan kata-katanya melanggar hukum karena memicu ketidakpuasan terhadap Hong Kong serta pembangkangan hukum. [uh/ab]