Undangan dari pihak berwenang Hong Kong untuk warga agar melaporkan tentang buku-buku di perpustakaan umum yang “membahayakan keamanan nasional” telah menimbulkan ketakutan di kota pelabuhan itu, kata para analis dan beberapa warga.
Sebagian orang khawatir pihak berwenang menerapkan taktik serupa dengan yang digunakan di China dan pada masa Revolusi Kebudayaan. Yang lainnya mengatakan langkah itu hanya akan semakin merusak citra kota itu yang sudah tercemar sebagai tempat tanpa kebebasan lagi.
Pada 2021, Perpustakaan Umum Hong Kong (Hong Kong Public Libraries/HKPL) mulai meninjau buku-buku yang berpotensi melanggar UU Keamanan Nasional (NSL) yang diberlakukan Beijing pada 2020 untuk memulihkan ketertiban di kota itu. Hong Kong telah berpekan-pekan diguncang oleh protes disertai kekerasan pada 2019 menentang rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang diusulkan namun kemudian dicabut yang akan memungkinkan tersangka dikirim ke China untuk menjalani persidangan.
Pada April lalu, pemerintah mengumumkan sistem perpustakaan telah menuntaskan peninjauan awal koleksinya yang ekstensif, mencakup lebih dari 15 juta buku dan barang-barang lainnya.
Tidak ada data yang tersedia mengenai berapa banyak buku yang telah disingkirkan, tetapi ratusan judul kabarnya telah dibuang, menurut surat kabar Hong Kong, Ming Pao, yang melacak pembersihan tersebut.
BACA JUGA: Surat Kabar Hong Kong Hentikan Komik Strip Populer ‘Zunzi’ Setelah Pengaduan PejabatPada Juli lalu, pemerintah melakukan kampanye itu selangkah lebih jauh dengan mengundang para pengguna jasa perpustakaan untuk membantu menyeleksi buku-buku yang melanggar undang-undang (UU) keamanan nasional dan membuka saluran baru untuk menerima laporan itu, termasuk melalui email dan online maupun formulir kertas.
UU itu menghukum tindakan pemisahan diri, subversi, terorisme dan kolusi dengan kekuatan asing. Ancaman hukumannya maksimal penjara seumur hidup.
Chen Daoyin, ilmuwan politik yang semula bekerja Fakultas Hukum dan Ilmu Politik di Shanghai University dan kini tinggal di luar Hong Kong, mengatakan, langkah terbaru itu menunjukkan bagaimana Hong Kong belajar dari China.
China “baru-baru ini meloloskan UU anti-spionase. UU ini mendorong anak-anak untuk melaporkan orang tua; pejalan kaki, keluarga, kolega dan tetangga untuk saling melaporkan; dan penumpang untuk melaporkan sopir taksi,” kata Chen.
BACA JUGA: Miliki Buku Anak-Anak yang Dianggap 'Menghasut', 2 Orang di Hong Kong DitangkapRevolusi Kebudayaan China merupakan periode pergolakan sosial yang hebat yang membuat teman, keluarga, kolega dan tetangga saling memusuhi.
Chen mengatakan seruan meminta bantuan masyarakat itu bisa jadi merupakan isyarat bahwa Beijing tidak yakin bahwa penyeleksian buku itu telah dilakukan secara komprehensif. [uh/ab]