Sebuah helikopter membawa Mubarak dari penjara Tora di Kairo ke rumah sakit militer dekat ibukota pada Kamis (22/8).
Pembebasan mantan Mubarak dari penjara sedikit membayangi kelanjutan operasi keamanan untuk menindas Ikhwanul Muslimin, dimana banyak anggotanya ditahan, bersembunyi atau di melarikan diri.
Mubarak dibawa ke rumah sakit militer di pinggiran Kairo. Pemerintah telah memerintahkan agar dia ditempatkan di dalam tahanan rumah setelah pengadilan mengatakan, secara hukum, Mubarak tidak bisa lagi dipenjara.
Ia masih menghadapi persidangan atas dakwaan pembunuhan dan korupsi semasa 30 tahun masa kekuasaannya, termasuk dakwaan bahwa ia gagal menghentikan pembunuhan terhadap para demonstran semasa pemberontakan 2011 yang mengakhiri pemerintahannya.
Para pendukung Ikhwanul Muslimin, dan banyak lainnya yang menentang Mubarak pada 2011, terkejut dengan perkembangan minggu ini.
Namun mantan petugas intelijen dan pengamat keamanan Mesir Jenderal Sameh Seif al Yazal meremehkan signifikansinya.
"Dia mengajukan banding ke pengadilan tertinggi di Mesir, yang merupakan prosedur hukumnya, lalu pengadilan tertinggi itu menyerahkannya ke pengadilan lain untuk mempelajarinya dari awal. Ini merupakan prosedur normal di Mesir bagi siapa pun,” ujarnya.
Tapi apa yang dianggap normal di Mesir bisa jadi rumit. Sebuah negara yang diperintah oleh jenderal selama hampir 60 tahun, dan setelah eksperimen singkat dengan presiden yang terpilih secara bebas - Mohamed Morsi yang kini ditahan - kini kembali di bawah pimpinan militer.
Aktivis Mesir mengatakan peristiwa baru-baru ini tidak hanya mengembalikan Mesir ke situasi seperti beberapa hari sebelum pergolakan 2011, tetapi jauh ke tahun 1950an, ke penggulingan raja oleh militer dan penindasan lain terhadap Ikhwanul Muslimin.
Jenderal al Yazal menolak gagasan itu, dan mengatakan pemberontakan 2011 tetap berlanjut, tetapi dengan menambahkan tuntutan populer lain seperti yang dinyatakan dalam protes-protes massa yang anti-Morsi dan pro-militer dalam beberapa bulan terakhir.
"Ya, saya pikir itu masih terus berlanjut. Tapi Revolusi 30 Juni juga merupakan era baru, arah baru bagi aksi revolusi 25 Januari 2011,” ujarnya.
Dia juga mengacu pada "Revolusi 26 Juli," hari ketika militer meminta mandat rakyat untuk "memulihkan keamanan," yang secara luas dilihat sebagai perang melawan Ikhwanul Muslimin yang kini disebut para pejabat sebagai perang melawan terorisme.
Mubarak dibawa ke rumah sakit militer di pinggiran Kairo. Pemerintah telah memerintahkan agar dia ditempatkan di dalam tahanan rumah setelah pengadilan mengatakan, secara hukum, Mubarak tidak bisa lagi dipenjara.
Ia masih menghadapi persidangan atas dakwaan pembunuhan dan korupsi semasa 30 tahun masa kekuasaannya, termasuk dakwaan bahwa ia gagal menghentikan pembunuhan terhadap para demonstran semasa pemberontakan 2011 yang mengakhiri pemerintahannya.
Para pendukung Ikhwanul Muslimin, dan banyak lainnya yang menentang Mubarak pada 2011, terkejut dengan perkembangan minggu ini.
Namun mantan petugas intelijen dan pengamat keamanan Mesir Jenderal Sameh Seif al Yazal meremehkan signifikansinya.
"Dia mengajukan banding ke pengadilan tertinggi di Mesir, yang merupakan prosedur hukumnya, lalu pengadilan tertinggi itu menyerahkannya ke pengadilan lain untuk mempelajarinya dari awal. Ini merupakan prosedur normal di Mesir bagi siapa pun,” ujarnya.
Tapi apa yang dianggap normal di Mesir bisa jadi rumit. Sebuah negara yang diperintah oleh jenderal selama hampir 60 tahun, dan setelah eksperimen singkat dengan presiden yang terpilih secara bebas - Mohamed Morsi yang kini ditahan - kini kembali di bawah pimpinan militer.
Aktivis Mesir mengatakan peristiwa baru-baru ini tidak hanya mengembalikan Mesir ke situasi seperti beberapa hari sebelum pergolakan 2011, tetapi jauh ke tahun 1950an, ke penggulingan raja oleh militer dan penindasan lain terhadap Ikhwanul Muslimin.
Jenderal al Yazal menolak gagasan itu, dan mengatakan pemberontakan 2011 tetap berlanjut, tetapi dengan menambahkan tuntutan populer lain seperti yang dinyatakan dalam protes-protes massa yang anti-Morsi dan pro-militer dalam beberapa bulan terakhir.
"Ya, saya pikir itu masih terus berlanjut. Tapi Revolusi 30 Juni juga merupakan era baru, arah baru bagi aksi revolusi 25 Januari 2011,” ujarnya.
Dia juga mengacu pada "Revolusi 26 Juli," hari ketika militer meminta mandat rakyat untuk "memulihkan keamanan," yang secara luas dilihat sebagai perang melawan Ikhwanul Muslimin yang kini disebut para pejabat sebagai perang melawan terorisme.