Pemerintah hari Senin siang (8/5) memutuskan akan mengambil langkah untuk membubarkan dan melarang kegiatan yang dilakukan organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Ditemui di kantornya beberapa saat setelah pengumuman yang disampaikan oleh Menkopolhukam Wiranto itu, juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia Ismail Yusanto menilai pemerintah telah melanggar Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan. Pemerintah – ujar Yusanto – harus melalui beberapa tahapan sebelum mengumumkan pembubaran itu, yaitu dengan terlebih dahulu memberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga. Selanjutnya, Menteri Hukum dan HAM bisa mengajukan ke pengadilan dan baru melakukan pembubaran jika ada putusan dari pengadilan.
Ismail menegaskan, selama ini organisasinya tidak pernah menerima surat peringatan apapun dari pemerintah dan karenanya tidak akan menerima pembubaran ini. HTI siap merespon keputusan ini, meski belum merinci langkah apa yang akan dilakukan.
Ismail Yusanto membantah jika dikatakan lembaganya dikatakan sebagai organisasi radikal hanya karena ingin mendirikan khilafah. Khilafah merupakan konsep yang menekankan kepemimpinan negara atau pemerintahan oleh seorang khalifah.
"Khilafah itu ajaran Islam. Hizbut Tahrir lebih tepatnya mendakwakan ajaran Islam. Apakah mendakwakan ajaran Islam itu tidak boleh? Undang-undang mana yang kami langgar,tidak ada, bahkan di dalam Undang-undang Ormas itu disebutkan bahwa Ormas itu tidak boleh menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila. Yang dimaksud dengan bertentang dengan Pancasila itu adalah paham atheism, marxisme dan leninisme , tidak pernah disebut Islam artinya dakwah yang disampaikan Hizbut Tahrir tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang-undang mengatakan seperti itu," ungkap Ismail.
Lebih lanjut Ismail mengatakan langkah pemerintah membubarkan organisasinya merupakan keputusan politik yang tidak memiliki dasar hukum.
Penyataan yang mengatakan bahwa HTI tidak sesuai dengan Pancasila kata Ismail merupakan retorika yang digunakan pemerintah untuk memojokan organisasinya. Langkah ini persis seperti yang dilakukan pemerintah ketika zaman orde baru, tambah Ismail.
"Di masa orde baru semua hal yang tidak disukai pemerintah akan di cap anti Pancasila. Bikin pesantren kilat dulu dikejar-kejar oleh polisi dibilang anti Pancasila. Dan sekarang itu seakan berulang. Jadi ini politik sudah. Kalau sudah politik maka substansi sudah tidak dilihat lagi. Sebenarnya kita akan mengalami kerugian besar jika ini dibiarkan karena banyak gagasan baik termasuk yang disampaikan Hizbut Tahrir akan hilang karena belum apa-apa sudah dituduh anti Pancasila," tambah Ismail.
Your browser doesn’t support HTML5
Sementara itu, Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menyatakan langkah pemerintah dalam membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia sangat tepat dan harus didukung.
"Karena memang kalau dilihat cita-cita besarnya, HTI ini kan mengusung ideologi yang berbeda dengan demokrasi, Pancasila yang kita kenal. Kedua, ingin menerapkan syariat Islam sebagai totalitas. Tentu ini berbeda dengan Indonesia yang bukan negara agama, bukan negara Islam misalnya gitu. Dari sudut situ saja bisa terlihat bahwa idiologi yang HTI berbeda dengan Pancasila sebagai pegangan kita bersama," papar Bonar.
Ismail Yusanto menyatakan bahwa Hizbut Tahrir Indonesia akan segera menemui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto perihal pembubaran ini. [fw/em]