Salah satu komik superhero terbaru keluaran perusahaan komik raksasa Marvel di Amerika Serikat yang berjudul “Hulkverines,” ternyata digambar di Bandung oleh komikus Ario Anindito.
“Iya, aku seniman dari Bandung yang sekarang (mengerjakan) komik untuk Marvel Comics terus nge-desain beberapa statue collectibles buat DC Comics, sama bikin-bikin ilustrasi,” ujar Ario saat dihubungi VOA Indonesia belum lama ini.
Komik Hulkverines ini menampikan salah satu karakter paling baru dari Marvel, Weapon H, yang memiliki nama asli, Clayton Cortez.
“Dia mendapatkan campuran kekuatan the Hulk sama Wolverine. Jadi dia badannya segede Hulk, tapi dia punya tulang ‘adamantium’ (red: logam fiktif) dan ada cakarnya Wolverine dan healing faktornya Wolverine,” papar komikus kelahiran 1984 ini.
Karakter Weapon H ini pertama kali muncul tahun 2018 dalam komik “Weapon H” dan kini muncul kembali di komik mini seri “Hulkverines,” dan “War of the Realms.”
BACA JUGA: Berkenalan Dengan Penggambar Macan Cisewu di Punggung DeadpoolBerbeda dengan Hulk yang digambarkan sebagai sosok raksasa yang tidak bisa mengendalikan emosinya ketika berubah wujud, karakter Weapon H ini masih bisa mengendalikan emosinya saat tubuhnya menjadi besar.
Jika karakter Hulk dan Wolverine memiliki kehidupan yang keras dan bisa dikatakan sebatang-kara, lain halnya dengan Weapon H yang menurut Ario memiki karakter yang unik dan digambarkan memiliki kehidupan bersama keluarga kecilnya yang selalu ia lindungi.
“Si Weapon H ini tuh family man banget. Jadi dia motivasi utamanya itu sayang keluarga. Jadi dia punya isteri dan punya dua anak masih kecil-kecil. Dia selama ini berjuang itu untuk si keluarganya ini aja,” cerita komikus yang juga sudah pernah menggambar karakter Hulk, Wolverine, dan tentunya Hulkverines ini.
Karena karakter Weapon H ini tergolong masih baru, menurut Ario masih jarang pembaca yang mengetahuinya. Hal ini menjadi tantangan baginya untuk lebih bisa memahami karakternya, khususnya ketika harus menggambarnya di panel-panel komik. Pasalnya karakter Weapon H yang digambarkan sebagai kepala keluarga memiliki sifat yang berbeda dari Wolverine yang menurutnya adalah ‘orang yang tough banget.’
“Kita mesti kasih tunjuk pembaca bahwa karakternya (Weapon H) itu sangat family man, sangat halus, sangat penuh dengan pertimbangan dan pertimbangan utamanya ya keluarganya. Jadi tantangannya ya itu sih, gimana caranya kita membuat karakter ini cukup distinctive, cukup dikenali, berbeda dengan karakter yang udah ada sebelumnya dan trait khususnya itu apa?” jelas lulusan S1 jurusan Arsitektur Universitas Parahyangan, Bandung ini.
Your browser doesn’t support HTML5
Ario memiliki cara tersendiri dalam memahami emosi karakter Weapon H. Salah satunya dengan mengenang masa kecilnya bersama keluarga. Kehangatan keluarga yang ia rasakan kemudian ia tumpahkan ke dalam komik melalui goresan tangannya.
“Jadi interaksi sama keluarga itu kan dia harus terasa hangat, harus terasa sincere, harus terasa genuine dan itu bisa dituangkan dengan me-recall memori yang ada. Karena kalau misalnya nggak dengan memoriku sendiri, aku ngegambar dengan perasaan yang flat gitu. Itu nggak akan kerasa sama pembacanya. Gambarnya juga akan jadi flat,” paparnya.
Begitu juga saat menggambar karakter yang penuh aksi dan tengah mengamuk. Biasanya Ario mengingat hal yang pernah membuatnya marah atau nonton film laga yang penuh amarah.
“Jadi channeling the energy, channeling the rage. Ketika kita dapat energinya, kita bisa bikin raut-raut mukanya. Semua gesture-nya itu benar-benar kerasa, dibanding kalau kita lagi happy-happy aja, terus kita gambar yang karakter marah itu. Mungkin buat aku ya kurang begitu bisa menjiwai,” jelasnya.
Walaupun karakter Weapon H ini termasuk baru dibandingkan dengan karakter legendaris Marvel lainnya, menurut Ario karakter ini memiliki potensi untuk bisa terkenal, asal ditunjang dengan film.
“Kayak ‘Guardians of Galaxy’ sebelum ada filmnya, komiknya sebenarnya biasa aja, tapi ketika ada filmnya dia jadi terkenal. Nah, kalau si Weapon H ini bisa di film-in, tentunya sih bisa banget terkenal, karena dia punya the best of both worlds. Dia punya kekuatannya Hulk, dia juga punya kekuatannya Wolverine,” kata komikus yang juga pernah mengerjakan komik tokoh anti-hero, Venom, dan Agents of S.H.I.E.L.D ini.
Diundang Pimpin Pelatihan di London
Beberapa waktu lalu Ario bersama tim Indonesia dari Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) diundang untuk hadir di acara London Book Fair 2019, dimana Ario diminta untuk memimpin pelatihan mengenai pengarapan komik di era yang serba digital.
“Jadi bukan kertas dan pena lagi, tapi sekarang di workshop itu pake digital, supaya orang-orang peminat komik terutama orang-orang yang mau membuat komik bisa lihat prosesnya sebenernya gimana sih membuat komik digital ala komikus Marvel misalnya,” cerita Ario.
Selain warga lokal dan Indonesia di London yang ikut hadir di pelatihan tersebut, komikus-komikus Indonesia yang juga ikut hadir di acara London Book Fair nampak semangat mengikuti pelatihan oleh Ario itu.
“Mereka justru yang paling antusias. Mungkin karena mereka juga profesional gitu ya, jadi mereka memang di industri komik juga. Jadi mereka banyak nanya dan banyak cari tahu,” ujar pria yang hobi menggambar sejak kecil ini.
Your browser doesn’t support HTML5
Bagi Ario, bisa hadir di London Book Fair dan melakukan pelatihan di hadapan warga London merupakan kesempatan bagus bagi Indonesia untuk ‘unjuk gigi ke dunia’ dan membuktikan bahwa budaya Indonesia yang sangat beragam tidak kalah dibandingkan dengan negara lain.
“Komik, literatur, sastra itu bagian dari budaya Indonesia dan talent-talent Indonesia yang ada di (London) itu dapat sambutan yang bagus banget dari orang London. Memukau gitu,” paparnya.
Sebagai komikus dari Indonesia, Ario merasa sangat bangga bisa menjadi bagian dari tim Indonesia di London Book Fair yang sekaligus bisa ikut menunjukkan bahwa komikus dari Bandung pun bisa berkarya di perusahaan sekelas Marvel, sebuah pekerjaan yang juga menjadi impian para komikus di Amerika.
Tanda-tangan Komik Karyanya di London
Selagi di London, Ario juga menyempatkan diri untuk mendatangi toko-toko komik sekaligus juga diminta untuk menanda-tangani komik-komik hasil karyanya, termasuk Star Wars, Hulkverines, Venom, dan Extermination. Awalnya sebuah toko komik terbesar di London, Fobidden Planet, mengundangnya untuk acara tanda tangan komik. Namun, sewaktu ia sampai di London, komik-komik karya Ario sudah terjual habis.
Your browser doesn’t support HTML5
“Mereka kan nggak mungkin nahan orang untuk ngga beli komiknya gitu kan, ‘sorry ini disimpen buat signing session,’ nggak mungkin. Jadi akhirnya nggak jadi signing session karena memang udah keburu sold out di situ,” ujarnya.
Kerap kali Ario mendapat pertanyaan bagaimana caranya bisa terkenal dan mendapat uang banyak dari membuat komik. Pesan Ario sebenarnya cukup ‘simple aja,’ yaitu harus menguatkan passion saat berkarya. Menurutnya dengan menghasilkan karya yang bagus, orang akan membelinya dan ketenaran serta keberuntungan akan datang setelahnya. Tak lupa, Ario berpesan untuk bermimpi tinggi.
“Siapalah yang tahu bahwa aku anak Bandung yang tinggal di satu titik di kota Bandung tiba-tiba bisa diundang ke London untuk bikin workshop di (London). Itu semua terjadi karena aku passion bikin komik, terus aku mulai bikin dan memang senang aja bikinnya. Ternyata bisa sampai ke situ. Jadi mimpi yang besar, berlatih, disiplin, punya passion yang kuat and then nothing is impossible dari situ, pasti bisa semuanya,” pungkas Ario. (di)