Para hakim banding di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada hari Selasa (18/7) memutuskan bahwa penyelidikan atas apa yang disebut "perang melawan narkoba" Filipina dapat dilanjutkan, menolak keberatan Manila terhadap kasus yang dilanjutkan di pengadilan dunia itu.
Investigasi ICC ditangguhkan pada akhir 2021 setelah Filipina mengatakan telah menyelidiki tuduhan yang sama dan berpendapat bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi.
Filipina mengajukan bandingnya setelah para hakim pada bulan Januari setuju dengan kepala jaksa pengadilan itu, Karim Khan, bahwa menunda penyelidikan ke Manila “tidak diperlukan.”
Pada saat itu, para hakim memutuskan bahwa proses domestik tidak mencapai “langkah investigasi yang nyata, konkret dan progresif dengan cara yang cukup mencerminkan investigasi pengadilan.”
Pada sidang hari Selasa (18/7), Hakim Ketua Marc Perrin de Brichambaut mengatakan bahwa panel banding lima hakim, dalam keputusan mayoritasnya, telah mencapai kesepakatan dan menolak banding Filipina.
Lebih dari 6.000 tersangka, sebagian besar dari mereka hidup dalam kemiskinan, tewas dalam pemberantasan kejahatan terkait narkoba, menurut pernyataan pemerintah. Kelompok-kelompok HAM mengatakan jumlah korban tewas jauh lebih tinggi dan harus mencakup banyak pembunuhan yang belum terpecahkan oleh orang-orang bersenjata bersepeda motor yang mungkin dikerahkan oleh polisi.
Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah membela tindakan keras itu sebagai "tindakan legal terhadap para bandar dan pengedar narkoba yang selama bertahun-tahun telah menghancurkan generasi masa kini, terutama kaum muda."
Duterte menarik Filipina dari pengadilan yang berbasis di Den Haag itu pada tahun 2019 dalam sebuah langkah yang menurut para aktivis HAM merupakan upaya untuk menghindari pertanggungjawaban dan mencegah penyelidikan internasional atas ribuan pembunuhan dalam upayanya memberantas narkoba. Namun, ICC masih memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan yang dilakukan saat negara tersebut masih menjadi anggotanya.
Presiden Filipina saat ini, Ferdinand Marcos Jr., mengatakan tahun lalu bahwa Manila tidak memiliki rencana untuk bergabung kembali dengan ICC, sebuah keputusan yang mendukung sikap pendahulunya tetapi menolak keinginan para aktivis HAM. [ab/uh]