Penasihat hukum utama Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Kamis (16/9), mengecam keputusan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk menyelidiki tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan selama perang berdarahnya melawan narkoba. Ia menuduh pengadilan itu digunakan sebagai pion oleh lawan-lawan politik pemimpin populer itu.
Menurut kepala penasihat hukum kepresidenan, Salvador Panelo, pengadilan internasional yang berbasis di Den Haag, Belanda, tersebut digunakan sebagai alat politik dan propaganda oleh para tersangka biasa yang akan melakukan apa saja untuk mendongkel presiden dari posisinya.
“Sementara kami memperkirakan ada lebih banyak sandiwara dimainkan oleh para pencela presiden mengingat musim pemilu yang semakin dekat, campur tangan dan serangan yang terang-terangan dan kurang ajar terhadap kedaulatan kita sebagai negara merdeka oleh ICC ini perlu dikutuk,'' katanya dalam sebuah pernyataan tertulis.
ICC, Rabu (15/9), mengatakan telah mengizinkan penyelidikan yang diminta oleh mantan jaksa Fatou Bensouda terhadap operasi antinarkoba Duterte, dengan mengatakan bahwa operasi antinarkoba Duterte tidak dapat dianggap sebagai upaya penegakan hukum yang sah.
Pemerintah mengatakan, lebih dari 6.000 tersangka pengedar narkoba -- yang sebagian besar miskin -- tewas selama operasi itu. Tetapi, menurut kelompok-kelompok HAM, jumlah korban tewas jauh lebih tinggi dan harus mencakup banyak pembunuhan yang belum terpecahkan oleh orang-orang bersenjata dan bersepeda motor yang mungkin telah dikerahkan oleh polisi.
Duterte sendiri secara terang-terangan sering menyatakan kegembiraannya atas kematian banyak pengedar narkoba. Namun, ia membantah menyetujui pembunuhan di luar hukum terhadap para tersangka pengedar narkoba tersebut.
Duterte secara konstitusional dilarang mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilu tahun depan. Namun ia telah mengumumkan bahwa dia akan mencalonkan diri sebagai wakil presiden sebagai gantinya dalam manuver yang dikatakan para kritikus sebagai upaya untuk mempertahankan kekuasaan dan melindungi dirinya dari penyelidikan ICC, yang diperkirakan akan terjadi.
Juru bicara Duterte, Harry Roque, mengatakan presiden tidak terpengaruh ketika diberitahu, Rabu (15/9) malam, tentang keputusan ICC untuk membuka penyelidikan terhadap dirinya,
"Presiden tidak bereaksi apa-apa, karena sejak awal, ia telah mengatakan bahwa ia akan mati terlebih dahulu sebelum ia menghadapi pengadilan internasional itu," kata Roque kepada wartawan. [ab/uh]