Indonesia berencana akan membeli 6 unit pesawat tempur Sukhoi 30 MK2 dari pemerintah Federasi Rusia. Hal ini merupakan bagian dari upaya memodernisasi alutsista yang ada.
Dalam jumpa pers di Kantor Imparsial, hari Senin, Wakil Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menjelaskan banyaknya kejanggalan yang dilakukan Kementerian Pertahanan dalam rencana pembelian enam Sukhoi tersebut.
Dalam rencana pembelian itu, Kementerian Pertahanan lebih memilih menggunakan skema pembelian Sukhoi dengan menggunakan kredit komersial atau kredit ekspor yang jangka pengembaliannya cepat, dikenakan biaya-biaya bank dan bunganya lebih tinggi berdasarkan rate pasar.
Padahal sebelumnya kata Adnan pemerintah Rusia telah menyediakan fasilitas kredit untuk pembelian alutsista bagi pemerintah Indonesia senilai 1 milliar dolar Amerika. Adnan juga menilai terdapat indikasi ketidakwajaran harga atas rencana pembelian Sukhoi di mana Indonesia membeli satu Sukhoi dengan harga 83 juta dolar Amerika.
Sementara jika dibandingkan dengan harga resmi yang dipublikasikan Rosoboronexport, perusahaan milik pemerintah rusia per Agustus 2011, harga Sukhoi 30 MK sebesar 60 hingga 70 juta dolar Amerika per unit.
Konferensi pers ICW dan Imparsial soal kejanggalan rencana pembelian 6 pesawat tempur Sukhoi dari Rusia (5/3).
Adnan mengatakan kejanggalan lainnya yaitu adanya keterlibatan agen atau pihak ketiga dalam pengadaan enam Sukhoi itu. Keterlibatan pihak ketiga menurut Adnan berpotensi merugikan negara dan melanggar mekanisme pengadaan barang dan jasa.
"Pertama, kalau kita mennggunakan kredit negara, pertama adalah jangka waktu pengembalian kredit ini hingga 15 tahun jadi pemerintah Indonesia mendapatkan keringanan. Kemudian kedua, bunga pinjaman kredit ini hanya sebesar 5 persen. Kemudian berikutnya karena ini adalah kredit negara tentu saja mekanisme pengadaannya G to G maka disitu tidak ada fee untuk agen karena mekanismenya G to G. Kalau pakai kredit ekspor tentu saja agen yang bermain, agen yang terlibat tentu saja fee nya sangat besar," ungkap Adnan Topan Husodo.
Untuk itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus mengevaluasi kinerja Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro sebagai penanggung jawab pengadaan pesawat Sukhoi tersebut.
Selain itu, Parlemen dan Komisi Pemberantasan Korupsi juga didesak untuk melakukan pengawasan dan audit pengadaaan alutsista yang menggunakan dana fasilitas kredit ekspor.
Direktur Program Imparsial, Al-Araf mengatakan, "Harus dilacak lebih jauh oleh Komisi I DPR dan Presiden untuk mengevaluasi kinerja menteri pertahanan itu sendiri terkait pengadaan ini."
Sementara, Juru Bicara Kementerian Pertahanan Hartind Asrin membatah jika Kementeriannya dikatakan menggunakan agen dalam pembelian Sukhoi ini. Pembelian Sukhoi tersebut akan dilakukan antar pemerintah Indonesia dengan pemerintah Rusia.
Hartind mengakui bahwa dalam pembelian Sukhoi tersebut, pihaknya menggunakan kredit ekspor dan bukan kredit negara.
"Kalau kredit negara untuk yang lain, yang lain kan banyak yang dibeli. Kalau kredit ekspor memang sudah ada kotaknya di situ. Ya itu kan mekanisme yang ada selama ini yang dilakukan oleh Kemenhan. Kita sempat bubar itu deal-nya. Mereka mintanya 83 juta dolar lalu kita tawar akhirnya mereka datang lagi, mereka mau 54,8 (juta dolar)," demikian penjelasan Hartind Asrin.
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Imparsial menilai rencana pembelian 6 pesawat tempur Sukhoi dari pemerintah Federasi Rusia penuh kejanggalan.
Fathiyah Wardah reporter VOA melaporkannya dari Jakarta
Indonesia berencana akan membeli 6 unit pesawat tempur Sukhoi 30 MK2 dari pemerintah Federasi Rusia.
Hal ini merupakan bagian dari upaya memodernisasi alutsista yang ada.
Dalam jumpa pers di Kantor Imparsial, hari Senin, Wakil Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menjelaskan banyaknya kejanggalan yang dilakukan Kementerian Pertahanan dalam rencana pembelian enam Sukhoi tersebut.
Dalam rencana pembelian itu, Kementerian Pertahanan lebih memilih menggunakan skema pembelian Sukhoi dengan menggunakan kredit komersial atau kredit ekspor yang jangka pengembaliannya cepat, dikenakan biaya-biaya bank dan bunganya lebih tinggi berdasarkan rate pasar.
Padahal sebelumnya kata Adnan pemerintah Rusia telah menyediakan fasilitas kredit untuk pembelian alutsista bagi pemerintah Indonesia senilai 1 Milliar Dolar Amerika.
Adnan juga menilai terdapat indikasi ketidakwajaran harga atas rencana pembelian Sukhoi dimana Indonesia membeli satu Sukhoi dengan harga 83 juta dolar Amerika.
Sementara jika dibandingkan dengan harga resmi yang dipublikasikan Rosoboronexport, perusahaan milik pemerintah rusia per Agustus 2011, harga Sukhoi 30 MK sebesar 60 hingga 70 juta dolar Amerika per unit.
Adnan mengatakan kejanggalan lainnya yaitu adanya keterlibatan agen atau pihak ketiga dalam pengadaan enam Sukhoi itu.
Keterlibatan pihak ketiga menurut Adnan berpotensi merugikan negara dan melanggar mekanisme pengadaan barang dan jasa.
Clip Adnan Topan Husodo: Pertama kalau kita mennggunakan kredit negara, pertama adalah jangka waktu pengembalian kredit ini hingga 15 tahun jadi pemerintah Indonesia mendapatkan keringanan. Kemudian kedua, bunga pinjaman kredit ini hanya sebesar 5 persen. Kemudian berikutnya karena ini adalah kredit negara tentu saja mekanisme pengadaannya G to G maka disitu tidak ada fee untuk agen karena mekanismenya G to G. Kalau pakai kredit ekspor tentu saja agen yang bermain, agen yang terlibat tentu saja fee nya sangat besar.
Untuk itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus mengevaluasi kinerja Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro sebagai penanggung jawab didalam pengadaan Sukhoi tersebut.
Selain itu Parlemen dan Komisi Pemberantasan Korupsi juga didesak untuk melakukan pengawasan dan audit pengadaaan alutsista yang menggunakan dana fasilitas kredit ekspor.
Berikut Direktur Program Imparsial Al-Araf:
Clip Al Araf: Harus dilacak lebih jauh oleh Komisi I DPR dan Presiden untuk mengevaluasi kinerja menteri pertahanan itu sendiri terkait pengadaan ini.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Pertahanan Hartind Asrin membatah jika Kementeriannya dikatakan menggunakan agen dalam pembelian Sukhoi ini.
Pembelian Sukhoi tersebut akan dilakukan antar pemerintah Indonesia dengan pemerintah Rusia. Hartind mengakui bahwa dalam pembelian Sukhoi tersebut, pihaknya menggunakan kredit ekspor dan bukan kredit negara.
Clip Hartind Asrin: Kalau Kredit negara untuk yang lain, yang lain kan banyak yang dibeli. Kalau kredit ekspor memang sudah ada kotaknya disitu. Ya itu kan mekanisme yang ada selama ini yang dilakukan oleh Kemenhan. Kita sempat bubar itu dealnya. Mereka mintanya 83 juta dolar lalu kita tawar akhirnya mereka datang lagi, mereka mau 54,8.