Bank Pembangunan Islam (IDB) sepakat untuk menanamkan modal di Indonesia, dengan investasi awal sebesar US$3,3 miliar.
Bank Pembangunan Islam (IDB) yang membawahi 56 negara berminat menanamkan modal di Indonesia, dengan investasi awal sebesar US$3,3 miliar, ujar salah seorang pejabat IDB.
Minat negara-negara anggota IDB menanamkan investasi diperlihatkan dalam peresmian kantor perwakilan negara-negara anggota IDB di Indonesia yang berlangsung di Jakarta, Senin (17/9).
Kantor perwakilan tersebut merupakan yang pertama dibuka di luar Arab Saudi.
Menurut Khaleed Al-Aboodi, CEO untuk korporasi Islam pada IDB, pihaknya akan terus mempelajari iklim investasi di Indonesia dan akan aktif membawa investor berkunjung ke Indonesia.
“Negara-negara anggota IDB dan Badan Koordinasi Penanamam Modal (BKPM) akan membicarakan rencana membawa investor ke Indonesia untuk berinvestasi di berbagai sektor, terutama yang sangat diminati negara-negara anggota IDB yaitu jasa seperti rumah sakit,” ujar Al-Aboodi pada jumpa pers di kantor BKPM.
Kepala BKPM Chatib Basri menjelaskan, negara-negara anggota IDB sudah sepakat akan berinvestasi sebesar US$3,3 miliar, namun hingga saat ini kedua pihak belum fokus pada pembicaraan mengenai sektor usaha yang mereka minati.
”Yang menarik minat mereka tentu adalah mengenai perkembangan kelas menengah kita yang makin besar. Jadi mereka melihat bahwa di situ kemungkinan banyak kesempatan yang bisa dilakukan. Apakah di dalam sektor-sektor manufaktur atau jasa, atau apa nanti yang mereka mau eksplor,” ujar Chatib.
Ia menambahkan, meski merupakan hak investor menentukan sektor usaya yang diminati, pemerintah Indonesia akan berupaya agar negara-negara anggota IDB berinvestasi pada sektor yang menyerap banyak tenaga kerja dan dapat diandalkan untuk diekspor. Ia mengaku neraca perdagangan Indonesia yang terus mengalami defisit akibat ketidakseimbangan antara ekspor dan impor, yang membuat pemerintah berusaha meningkatkan ekspor dan menekan impor.
“Kalau kita fokus pertama adalah sektor yang sudah memang daya tarik investasinya tinggi di sini, berkaitan dengan consumer product, berkaitan dengan jasa, kalau bisa orientasi ekspor kan bisa membantu kita,” ujar Chatib.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia berulangkali menegaskan meski ekspor produk buatan Indonesia masih tinggi ke negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, diversifikasi pasar akan bergeser dengan tujuan utama negara-negara Timur Tengah dan Asia. Demikian pula halnya upaya pemerintah dalam menarik investor karena gejolak ekonomi negara-negara Eropa kemungkinan masih akan berlangsung dan berdampak negatif keberbagai negara termasuk Amerika Serikat.
Minat negara-negara anggota IDB menanamkan investasi diperlihatkan dalam peresmian kantor perwakilan negara-negara anggota IDB di Indonesia yang berlangsung di Jakarta, Senin (17/9).
Kantor perwakilan tersebut merupakan yang pertama dibuka di luar Arab Saudi.
Menurut Khaleed Al-Aboodi, CEO untuk korporasi Islam pada IDB, pihaknya akan terus mempelajari iklim investasi di Indonesia dan akan aktif membawa investor berkunjung ke Indonesia.
“Negara-negara anggota IDB dan Badan Koordinasi Penanamam Modal (BKPM) akan membicarakan rencana membawa investor ke Indonesia untuk berinvestasi di berbagai sektor, terutama yang sangat diminati negara-negara anggota IDB yaitu jasa seperti rumah sakit,” ujar Al-Aboodi pada jumpa pers di kantor BKPM.
Kepala BKPM Chatib Basri menjelaskan, negara-negara anggota IDB sudah sepakat akan berinvestasi sebesar US$3,3 miliar, namun hingga saat ini kedua pihak belum fokus pada pembicaraan mengenai sektor usaha yang mereka minati.
”Yang menarik minat mereka tentu adalah mengenai perkembangan kelas menengah kita yang makin besar. Jadi mereka melihat bahwa di situ kemungkinan banyak kesempatan yang bisa dilakukan. Apakah di dalam sektor-sektor manufaktur atau jasa, atau apa nanti yang mereka mau eksplor,” ujar Chatib.
Ia menambahkan, meski merupakan hak investor menentukan sektor usaya yang diminati, pemerintah Indonesia akan berupaya agar negara-negara anggota IDB berinvestasi pada sektor yang menyerap banyak tenaga kerja dan dapat diandalkan untuk diekspor. Ia mengaku neraca perdagangan Indonesia yang terus mengalami defisit akibat ketidakseimbangan antara ekspor dan impor, yang membuat pemerintah berusaha meningkatkan ekspor dan menekan impor.
“Kalau kita fokus pertama adalah sektor yang sudah memang daya tarik investasinya tinggi di sini, berkaitan dengan consumer product, berkaitan dengan jasa, kalau bisa orientasi ekspor kan bisa membantu kita,” ujar Chatib.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia berulangkali menegaskan meski ekspor produk buatan Indonesia masih tinggi ke negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, diversifikasi pasar akan bergeser dengan tujuan utama negara-negara Timur Tengah dan Asia. Demikian pula halnya upaya pemerintah dalam menarik investor karena gejolak ekonomi negara-negara Eropa kemungkinan masih akan berlangsung dan berdampak negatif keberbagai negara termasuk Amerika Serikat.