Seruan membebaskan Palestina dari agresi militer Israel disampaikan ratusan pengunjuk rasa dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah seluruh Jawa Timur, pada aksi bela Palestina di depan Kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya, Selasa (7/11).
Dengan membawa bendera Palestina serta poster-poster bertuliskan tuntutan mereka, para pengunjuk rasa mendesak dihentikannya serangan militer yang menurut mereka telah menewaskan lebih dari 9.000 jiwa di pihak Palestina – jumlah yang sejauh ini belum bisa dikonfirmasi VOA secara independen
“Keganasan dan penghancuran rumah-rumah masyarakat Palestina, Bangsa Palestina, membunuh anak yang tidak berdosa, orang tua yang kemudian meninggalkan anak, anak meninggalkan ayah dan sebagainya," kata Ali Mustain, koordinator aksi dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Jawa Timur.
Aksi di depan Kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat (AS) di Surabaya ini, kata Ali Mustain, juga menuntut agar pemerintah AS berhenti memberikan dukungan militer kepada Israel, yang sampai saat ini terus melancarkan serangan ke wilayah Gaza.
“Amerika memberikan kekuatan militer, memberikan sumbangsih untuk menguatkan kekuatan militer Israel, untuk melakukan penjajahan terhadap Palestina," kata Ali.
Mahasiswa juga mendesak Duta Besar AS untuk Indonesia angkat kaki dari Indonesia karena dinilai melakukan pembiaran terhadap pemusnahan warga Palestina oleh Israel.
“Untuk desakan kepada Amerika, kita mengecam keras tentunya, dan mengutuk keras, dan tuntutan kita untuk Amerika, kita mengusir Kedutaan (Duta Besar) Amerika Serikat yang ada di Indonesia," tukas Ali.
Pakar hubungan internasional dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga Surabaya, Probo Darono Yakti, mengatakan aksi dukungan dan solidaritas untuk Palestina sudah banyak disuarakan dunia internasional, termasuk Indonesia. Namun, agresi militer Israel tidak kunjung berhenti karena tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB, termasuk AS.
“Banyak sekali keputusan PBB yang berakhir pada veto yang dilakukan di Dewan Keamanan. Selama negara-negara kekuatan besar pemenang perang dunia kedua itu yang mendominasi dari keanggotaan Dewan Keamanan PBB, sesusah apapun kita mau mengajukan mosi, apakah itu gencatan senjata sampai dengan aksi-aksi lain yang mencoba untuk setidaknya memberikan satu solusi konkrit terhadap serangan Israel ke Palestina ini dapat dihentikan, itu akan terbuang sia-sia," papar Probo.
Ia juga menyoroti situasi politik di Israel yang belum stabil yang menurutnya mempengaruhi lambannya upaya mewujudkan perdamaian di Gaza.
Meski demikian Probo menilai bahwa perang antara Israel dan Hamas belum akan memunculkan perang yang lebih besar, yang melibatkan sejumlah negara, karena negara besar, seperti China atau Rusia, belum secara terang-terangan menunjukkan keberpihakannya.
“Keikutsertaan Tiongkok sebagai major power itu yang perlu untuk dilihat lagi. Kalau misalkan Tiongkok kemudian juga Rusia memang ikut andil di dalamnya: 'ya sudah saya berada di pihak Palestina', nah mungkin itu agak sedikit ramai. Tapi selama ini mereka masih malu-malu untuk menunjukkan sikap atau keberpihakan itu," tukas Probo. [pr/ab]