Pembangunan ibu kota baru Nusantara, IKN, digembar-gemborkan akan menawarkan banyak kemajuan bagi Indonesia. Namun, di sisi lain juga menawarkan persoalan.
Masyarakat pribumi di Pulau Kalimantan yang wilayah mereka digunakan sebagai lokasi IKN bisa terusir dari tanah leluhur mereka dan terpaksa pindah.
Ketika rencana Presiden Joko Widodo untuk membangun ibu kota baru senilai $32 miliar di pulau Kalimantan perlahan mulai terbentuk, penduduk setempat termasuk suku asli Balik, telah melihat transformasi cepat di hutan terpencil mereka yang dulunya sepi.
Apa yang dulunya merupakan tanah pertanian leluhur suku tersebut kini telah diserbu oleh alat-alat berat. IKN direncanakan akan terbentang di kawasan seluas 260.000 hektare.
Kepala Suku Balik yang akrab dipanggil Sibukdin mengatakan, banyak di antara anggota masyarakat adatnya yang menolak pindah karena merasa lahan tersebut adalah identitas mereka. Namun, karena banyak orang Balik yang tidak memiliki dokumen yang layak atas tanah mereka, mereka sulit bernegosiasi dengan pemerintah.
Pria berusia 60 tahun itu mengatakan bahwa pada prinsipnya masyarakatnya tidak menentang proyek tersebut. Namun mereka prihatin atas nasib hutan di kawasan pembangunan IKN yang dulunya merupakan lahan subur dan menjadi sumber mata pencaharian mereka.
“Kami tidak berharap (hutan) itu dikembalikan kepada kami, tapi tolong jangan ganggu apa yang tertinggal pada kami, di mana kami telah tinggal selama bertahun-tahun… kami tidak bisa membiarkan ini diambil juga,” kata Sibukdin.
Bambang Susantono, Ketua Otoritas IKN, berharap masyarakat adat bisa diyakinkan bahwa pembangunan IKN adalah demi masa depan wilayah mereka dan "demi semua orang".
Proyek ambisius tersebut disebut-sebut sebagai kota hijau dan cerdas, dibangun di atas kawasan hutan, perkebunan, tambang batu bara, dan perdesaan.
Jokowi bersikukuh bahwa IKN diperlukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi di luar Jawa yang selama ini kurang berkembang. Apalagi Indonesia memang membutuhkan ibu kota baru mengingat kondisi ibu kota saat ini, Jakarta, kian memprihatinkan.
Jakarta secara perlahan tenggelam dengan laju lebih dari 15 sentimeter per tahun karena banjir parah dan pengambilan air tanah secara besar-besaran.
Prospek pertumbuhan IKN di masa depan ternyata memicu spekulasi. Harga tanah di daerah dekat bendungan air yang saat ini sedang dibangun telah meningkat lebih dari 16 kali lipat, kata seorang pemimpin desa setempat kepada Reuters.
Yati Dahlia, 32, seorang warga suku Balik, yang tinggal di daerah tersebut, telah mencoba untuk membeli tanah di dekatnya, karena gedung-gedung pemerintah akan dibangun di atas tanah tempat rumahnya saat ini berada.
Tetapi harga yang melambung membuat ukuran petak serupa yang terletak tepat di luar wilayah pusat Nusantara akan menelan biaya antara 700 juta rupiah hingga 1,2 miliar rupiah (sekitar $45.500 hingga $78.000), atau lebih dari 10 kali lipat dari kompensasi pemerintah yang ia terima untuk sebidang kecil tanah dan gubuk kayu tempat ia sekarang menjual makanan.
Yati juga khawatir suaminya yang seorang petani tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan karena tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan di ibu kota baru. "Kami merasa (pemerintah) membunuh kami secara perlahan," kata Yati.
Nusantara akan dideklarasikan sebagai ibu kota baru pada semester pertama tahun depan. Bangunan-bangunan penting pemerintah, termasuk istana dan kantor kepresidenan, harus siap pada Agustus 2024, saat Indonesia merayakan hari kemerdekaannya yang ke-79. Lebih dari 16.000 pegawai negeri, polisi dan tentara akan dipindahkan ke sana dari Jakarta. [ab/uh]