Penelitian baru meragukan kemampuan ilmu genetika untuk memprediksi apakah orang akan terkena penyakit tertentu atau tidak.
Dengan semakin murahnya penjabaran genetika muncul banyak harapan, karena mengetahui gen-gen individu kita akan menunjukkan prospek kesehatan kita pada masa depan.
Tetapi, menurut Bert Vogelstein dari Universitas Johns Hopkins, tidak semudah itu. Ia mengatakan, "Untuk banyak orang, penjabaran genom secara keseluruhan tidak akan pernah bisa memprediksi kesehatan masa depan."
Masalahnya, penyakit juga bisa disebabkan faktor-faktor lingkungan, seperti polusi udara, atau mutasi tak terduga genetika secara acak.
Jadi, bagi kebanyakan orang, ketika diberitahu bahwa mereka memiliki kecenderungan genetika terkena penyakit padahal tidak ada dalam riwayat keluarga, informasi itu sama sekali tidak berguna.
"Apa artinya berguna? Misalnya, risiko Anda terkena penyakit tertentu adalah satu persen, dan hasil pengujian menunjukkan risiko itu naik lima persen dari satu persen. Itu berarti total hanya 1,05 persen dan bukanlah kenaikan yang signifikan," ujar Vogelstein lagi.
Itu, kata Vogelstein, ada orang yang mungkin mendapat banyak informasi dari pengujian genetika.
"Bagi orang yang punya banyak riwayat keluarga mengidap penyakit, penjabaran genom secara keseluruhan mungkin menjadi sangat berguna," pungkasnya.
Untuk mengetahui nilai seluruh penjabaran genom, Vogelstein dan rekan-rekannya menggunakan informasi dari sekitar 55.000 pasang kembar identik - yang memulai hidup dengan DNA sama, tetapi sering memiliki riwayat medis sangat berbeda seiring bertambahnya usia. Dengan menganalisis perbedaan riwayat medis setiap pasangan kembar, ilmuwan mampu menghitung kekuatan gen-gen untuk memprediksi penyakit pada masa depan.
Karena biaya tes genetika seperti ini terus turun, perusahaan yang melakukan tes menawarkan layanan ini langsung ke konsumen. Vogelstein dan ilmuwan lain mengingatkan pentingnya dokter keluarga atau konselor genetika membaca hasil tes itu.
Pakar epidemiologi Universitas Pennsylvania Dr. Timothy Rebbeck, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan, "Kita tidak ingin melepas informasi mengenai seseorang tanpa ada sistem yang memungkinkan mereka menggunakan dan bertindak secara benar terhadap informasi itu. Orang bisa membuat segala macam keputusan yang bisa merugikan jika mereka tidak sepenuhnya menyadari apa itu arti pengobatan genetika itu."
Hasil penelitian Bert Vogelstein dan koleganya diterbitkan dalam jurnal Science Translational Medicine.
Tetapi, menurut Bert Vogelstein dari Universitas Johns Hopkins, tidak semudah itu. Ia mengatakan, "Untuk banyak orang, penjabaran genom secara keseluruhan tidak akan pernah bisa memprediksi kesehatan masa depan."
Masalahnya, penyakit juga bisa disebabkan faktor-faktor lingkungan, seperti polusi udara, atau mutasi tak terduga genetika secara acak.
Jadi, bagi kebanyakan orang, ketika diberitahu bahwa mereka memiliki kecenderungan genetika terkena penyakit padahal tidak ada dalam riwayat keluarga, informasi itu sama sekali tidak berguna.
"Apa artinya berguna? Misalnya, risiko Anda terkena penyakit tertentu adalah satu persen, dan hasil pengujian menunjukkan risiko itu naik lima persen dari satu persen. Itu berarti total hanya 1,05 persen dan bukanlah kenaikan yang signifikan," ujar Vogelstein lagi.
Itu, kata Vogelstein, ada orang yang mungkin mendapat banyak informasi dari pengujian genetika.
"Bagi orang yang punya banyak riwayat keluarga mengidap penyakit, penjabaran genom secara keseluruhan mungkin menjadi sangat berguna," pungkasnya.
Untuk mengetahui nilai seluruh penjabaran genom, Vogelstein dan rekan-rekannya menggunakan informasi dari sekitar 55.000 pasang kembar identik - yang memulai hidup dengan DNA sama, tetapi sering memiliki riwayat medis sangat berbeda seiring bertambahnya usia. Dengan menganalisis perbedaan riwayat medis setiap pasangan kembar, ilmuwan mampu menghitung kekuatan gen-gen untuk memprediksi penyakit pada masa depan.
Karena biaya tes genetika seperti ini terus turun, perusahaan yang melakukan tes menawarkan layanan ini langsung ke konsumen. Vogelstein dan ilmuwan lain mengingatkan pentingnya dokter keluarga atau konselor genetika membaca hasil tes itu.
Pakar epidemiologi Universitas Pennsylvania Dr. Timothy Rebbeck, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan, "Kita tidak ingin melepas informasi mengenai seseorang tanpa ada sistem yang memungkinkan mereka menggunakan dan bertindak secara benar terhadap informasi itu. Orang bisa membuat segala macam keputusan yang bisa merugikan jika mereka tidak sepenuhnya menyadari apa itu arti pengobatan genetika itu."
Hasil penelitian Bert Vogelstein dan koleganya diterbitkan dalam jurnal Science Translational Medicine.