Menurut para ilmuwan, badai-badai tersebut akan semakin ganas dan sering terjadi, serta menyebabkan lebih banyak kerusakan seiring naiknya permukaan laut.
Setelah badai berturut-turut menghantam timur laut AS pada bulan Januari, rumah sewa milik Haim Levy di pesisir Hampton, New Hampshire, dilanda banjir setinggi hampir 60 sentimeter, menyebabkan kerusakan senilai ratusan ribu dolar, dan membuatnya harus mengevakuasi para penyewa ke lokasi yang lebih aman.
“Saya harus mengevakuasi mereka, memindahkan mereka ke hotel, dan sebagainya. Kejadian itu benar-benar sangat menyulitkan bagi semua orang. Di dalam rumah itu sekarang sudah tidak ada lantai, tidak ada apa-apa. Semuanya harus dibuang. Kerusakannya senilai sekitar $300.000 - $400.000 (sekitar Rp4,6 miliar – Rp6,2 miliar). Sungguh gila,” ungkapnya.
Banyak ilmuwan yang meneliti persinggungan perubahan iklim, banjir, badai musim dingin dan kenaikan permukaan laut sepakat bahwa kerusakan yang dialami Levy menjadi pertanda akan apa yang mungkin terjadi di masa depan dan bukan anomali semata.
Mereka mengatakan, rentetan badai Januari lalu yang menghancurkan dermaga-dermaga di Maine, mengikis bukit-bukit pasir di New Hampshire dan membanjiri sebagian wilayah New Jersey – yang masih berjuang mengatasi kerusakan akibat badai bertahun-tahun lalu – semakin umum terjadi, alih-alih sebuah peristiwa khusus. Mereka menekankan bahwa waktu untuk bersiap menghadapi hal itu adalah sekarang.
Perubahan iklim diperkirakan akan menyebabkan lebih banyak badai ke sisi timur laut Amerika seiring menghangatnya perairan, kata beberapa ilmuwan. Di tingkat global, kenaikan tinggi permukaan laut terjadi lebih cepat sejak 1900, mengancam ratusan juta orang, kata PBB. Erosi akibat perubahan kondisi membahayakan masyarakat pesisir di seluruh dunia, menurut para peneliti Uni Eropa.
Masalah perubahan iklim paling akut melanda sisi timur laut AS karena kemungkinan kenaikan permukaan laut di sana, kata Hannah Baranes, ilmuwan Pusat Iklim Institut Riset Teluk Maine di Portland, Maine. Negara bagian itu menghadapi kenaikan permukaan laut setinggi 19 sentimeter sejak 1910 dan diprediksi akan terus naik hingga 1,2 meter pada tahun 2100, ungkapnya.
Kenaikan ini membuat masyarakat pesisir di New England harus membuat keputusan sulit mengenai kapan mereka harus melakukan perbaikan, kata Baranes.
“Solusi mengatasi kenaikan permukaan laut untuk masing-masing kelompok masyarakat berbeda-beda. Dalam beberapa kasus, masyarakat mungkin bisa beradaptasi secara bertahap, tapi dalam kasus lain, mereka mungkin harus menghadapi kenyataan sulit bahwa mereka harus pindah,” imbuhnya.
Badai bulan Januari, yang membanjiri jalan-jalan dan menghanyutkan bangunan-bangunan bersejarah, merupakan contoh bencana seperti apa yang harus siap kita hadapi ke depan.
Your browser doesn’t support HTML5
Presiden AS Joe Biden belum lama ini juga menerbitkan status bencana federal ke sejumlah daerah yang hancur akibat hujan angin dan badai Desember lalu.
Menurut Departemen Sumber Daya Kelautan Maine, kombinasi rentetan badai selama minggu kedua bulan Januari dan air pasang menyebabkan “kerusakan yang belum pernah terjadi sebelumnya” di negara bagian yang perekonomiannya sangat mengandalkan industri pesisir.
Para pemilik usaha di pesisir berjanji akan membangun kembali komunitas mereka. Akan tetapi, Gubernur Janet Mills mengatakan kepada Dewan Iklim Maine bahwa badai yang terjadi memberikan pelajaran berharga bahwa “ketangguhan bukan sekadar soal perbaikan dan pembangunan kembali infrastruktur fisik.”
Ia menugaskan dewan itu untuk mengembangkan sebuah rencana untuk mengatasi dampak perubahan iklim di negara bagiannya. Itu bisa jadi termasuk strategi untuk membangun kembali dermaga lebih tinggi dari sebelumnya, menanam lebih banyak pepohonan di sepanjang pesisir dan membangun gorong-gorong, jembatan dan jalan yang lebih modern dan tahan lama, kata sejumlah pembicara dalam pertemuan dewan iklim Januari lalu. [rd/jm]