Indonesia mendorong adanya konvergensi standar keamanan pangan agar setiap negara mampu setara dalam membangun daya saing UMKM.
SURABAYA —
Persoalan keamanan pangan menjadi pembahasan dalam pertemuan Senior Officers Meeting (SOM) II APEC 2013, karena 90 persen anggota APEC memiliki Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) yang menjadi ujung tombak pertumbuhan perekonomian nasional.
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia, Lucky Slamet mengatakan, seluruh anggota APEC menyadari perlunya pemahaman yang sama mengenai standar keamanan pangan, agar produk-produk yang dipasarkan mampu bersaing dan tidak terhambat aturan keamanan pangan yang berbeda-beda pada suatu negara tujuan pemasaran.
“Keamanan pangan itu merupakan usaha bersama, jadi ini bukan satu sektor dari unit pemerintah. Ini terkait pertanian, perdagangan, perindustrian, perikanan, kelautan, dan juga Kementerian UMKM. Kita ingin mengetahui rasional dari standar keamanan pangan yang tadi diberlakukan di negara yang sangat ketat,” ujarnya.
“Yang kedua adalah kita sendiri melindungi produk kita agar kita bisa ke sana (keluar), tapi juga menjadi tuan rumah sendiri supaya kita tidak kebanjiran dengan produk lain 2015 nanti.”
Aturan standar keamanan pangan sangat dibutuhkan untuk menyaring produk yang beredar di pasaran, agar produk tersebut sesuai standar keamanan yang ditentukan bersama, ujar Lucky.
Para pengusaha khususnya UMKM di Indonesia, juga diminta memenuhi standar keamanan yang ditetapkan, agar tidak lagi ditolak di luar negeri karena alasan tidak sesuai standard.
Deputi bidang Pengasawan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya di BPOM, Roy Sparringa mengatakan, masalah kebersihan dan sanitasi harus menjadi perhatian serius pengusaha di Indonesia, karena terkait dengan kebiasaan dan perilaku dalam memproduksi makanan atau produk olahan lainnya.
“Yang paling utama adalah, salah satunya adalah higienitas dan sanitasi, dan kebersihan. Higienitas pribadi adalah paling utama dan paling sulit karena mengubah perilaku,” ujarnya.
Lucky mengatakan Indonesia akan mendorong konvergensi aturan standar keamanan pangan, agar anggota APEC yang memiliki banyak UMKM dapat terakomodasi lewat aturan yang rasional.
“Itu tidak bisa dipungkiri bahwa pasti ada kepentingan masing-masing negara. Tapi Indonesia akan mendorong konvergensi, bukan harmonisasi. Karena harmonisasi ini akan menyulitkan, itu tadi tidak mungkin ada satu ukuran yang cukup. Tapi kalau konvergensi, dimana disini kepentingan ekonomi APEC itu menjadi penting. Perlu diketahui bahwa 90 persen daripada industri di APEC itu UMKM,” ujar Lucky.
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia, Lucky Slamet mengatakan, seluruh anggota APEC menyadari perlunya pemahaman yang sama mengenai standar keamanan pangan, agar produk-produk yang dipasarkan mampu bersaing dan tidak terhambat aturan keamanan pangan yang berbeda-beda pada suatu negara tujuan pemasaran.
“Keamanan pangan itu merupakan usaha bersama, jadi ini bukan satu sektor dari unit pemerintah. Ini terkait pertanian, perdagangan, perindustrian, perikanan, kelautan, dan juga Kementerian UMKM. Kita ingin mengetahui rasional dari standar keamanan pangan yang tadi diberlakukan di negara yang sangat ketat,” ujarnya.
“Yang kedua adalah kita sendiri melindungi produk kita agar kita bisa ke sana (keluar), tapi juga menjadi tuan rumah sendiri supaya kita tidak kebanjiran dengan produk lain 2015 nanti.”
Aturan standar keamanan pangan sangat dibutuhkan untuk menyaring produk yang beredar di pasaran, agar produk tersebut sesuai standar keamanan yang ditentukan bersama, ujar Lucky.
Para pengusaha khususnya UMKM di Indonesia, juga diminta memenuhi standar keamanan yang ditetapkan, agar tidak lagi ditolak di luar negeri karena alasan tidak sesuai standard.
Deputi bidang Pengasawan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya di BPOM, Roy Sparringa mengatakan, masalah kebersihan dan sanitasi harus menjadi perhatian serius pengusaha di Indonesia, karena terkait dengan kebiasaan dan perilaku dalam memproduksi makanan atau produk olahan lainnya.
“Yang paling utama adalah, salah satunya adalah higienitas dan sanitasi, dan kebersihan. Higienitas pribadi adalah paling utama dan paling sulit karena mengubah perilaku,” ujarnya.
Lucky mengatakan Indonesia akan mendorong konvergensi aturan standar keamanan pangan, agar anggota APEC yang memiliki banyak UMKM dapat terakomodasi lewat aturan yang rasional.
“Itu tidak bisa dipungkiri bahwa pasti ada kepentingan masing-masing negara. Tapi Indonesia akan mendorong konvergensi, bukan harmonisasi. Karena harmonisasi ini akan menyulitkan, itu tadi tidak mungkin ada satu ukuran yang cukup. Tapi kalau konvergensi, dimana disini kepentingan ekonomi APEC itu menjadi penting. Perlu diketahui bahwa 90 persen daripada industri di APEC itu UMKM,” ujar Lucky.