Indonesia Konsisten Dorong Solusi 2 Negara dalam Konflik Palestina-Israel

  • Fathiyah Wardah

"Dome of Rock" di kota tua Yerusalem. (Foto: dok). Yerusalem akan tetap menjadi ibu kota Israel dan bagian timur kota suci itu akan dipersiapkan sebagai ibu kota Palestina, di mana Amerika akan membuka kedutaan besarnya untuk Palestina.

Pelaksana Tugas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah menegaskan, penyelesaian masalah Palestina dan Israel seharusnya melalui solusi dua negara yang didasarkan pada hukum internasional dan parameter yang telah disepakati oleh dunia internasional. 

Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Rabu dini hari (29/1) waktu Jakarta mengumumkan proposal untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berdiri di sebelah Trump ketika pemimpin dari Partai Republik itu menjelaskan gagasan damai versinya.

Proposal damai setebal 80 halaman itu disebut Presiden Trump dan Netanyahu sebagai "perjanjian abad ini". Namun Palestina menolak rencana tersebut. Salah satu yang ditolak, Trump mengusulkan kedaulatan terbatas bagi Palestina, dengan menggandakan luas wilayah yang saat ini dikuasai Palestina, dan Israel menganeksasi sekitar sepertiga wilayah Tepi Barat yang disengketakan.

Yerusalem akan tetap menjadi ibu kota Israel dan bagian timur kota suci itu akan dipersiapkan sebagai ibu kota Palestina, di mana Amerika akan membuka kedutaan besarnya untuk Palestina.

Pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah. (Foto: VOA/Fathiyah)

Menanggapi gagasan damai yang disampaikan Presiden Amerika Donald Trump, pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada VOA, Rabu (29/1), menekankan, "Indonesia selalu berpegang teguh pada amanah konstitusi dan untuk isu Palestina sendiri kan selama ini didasarkan pada hukum internasional, parameter yang telah disepakati oleh dunia internasional."

Dia menambahkan, Indonesia mendorong terjadinya dialog langsung antara kedua pihak yang bertikai dan pihak-pihak terkait demi tercapainya stabilitas dan perdamaian abadi.

Faizasyah menolak menilai lebih lanjut gagasan damai Trump tersebut.

Mantan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Situasi Hak Asasi Manusia di Palestina, Makarim Wibisono, menilai proposal damai versi Trump sangat menguntungkan Israel. Ia menyayangkan visi Trump ini mengubur mimpi Palestina untuk menjadi negara merdeka dan berdaulat dengan ibu kota Yerusalem Timur dan batas wilayah sebelum Perang Enam Hari pada Juni 1967.

"Ini bukan win-win solution karena concern-concern Palestina yang tercermin di dalam Perjanjian Oslo tidak tampak di situ (proposal damai versi Trump). Ini semacam langkah-langkah baru di mana concern dari Israel itu mendapat tempat yang kokoh," ujar Makarim.

BACA JUGA: Trump Luncurkan Rencana Perdamaian Timur Tengah 

Menurut Makarim, penyelesaian konflik Palestina-Israel yang ideal adalah berdasarkan Perjanjian Oslo yang ditandatangani pada 1993 oleh pemimpin PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) Yaser Arafat dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Dia meyakini gagasan damai bikinan Trump tidak akan menyelesaikan persoalan antara Palestina dan Israel.

Dalam Perjanjian Oslo, PLO mengakui keberadaan negara Israel dan Israel mengakui PLO sebagai perwakilan rakyat Palestina. Perjanjian ini menghasilkan Otoritas Palestina yang berwenang memerintah di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Meski begitu, Perjanjian Oslo gagal melahirkan negara Palestina merdeka dan berdaulat.

Mantan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Situasi Hak Asasi Manusia di Palestina, Makarim Wibisono.

Menurut Makarim, Palestina tidak terlalu tertarik pada janji proyek ekonomi senilai US$ 50 miliar yang diprediksi bisa menghasilkan sejuta lapangan kerja dan menambah produk domestik bruto Palestina hingga dua atau tiga kali dari yang sekarang. Sebab, dia menegaskan, Palestina membutuhkan hal prinsip yakni menjadi negara merdeka dan berdaulat dengan ibu kota Yerusalem Timur.

Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Machmudi mengatakan proposal damai Trump menampung kepentingan Palestina. Dia mencontohkan, Trump memberi peluang Palestina memiliki ibu kota di Yerusalem Timur meskipun, dia katakan, Yerusalem adalah ibu kota Israel yang tidak dapat dibagi dua dengan Palestina.

Yon menilai gagasan damai versi Trump belum bisa disebut penyelesaian saling menguntungkan bagi Palestina dan Israel.

Your browser doesn’t support HTML5

Indonesia Konsisten Dorong Solusi 2 Negara dalam Konflik Palestina-Israel

"Kalau disebut win-win solution, saya kira belum karena kepentingan Israel masih sangat dominan dibandingkan apa yang menjadi tuntutan Palestina. Tetapi kalau dilihat dari perkembangan sebelumnya, ini agak maju," tutur Yon.

Yon menegaskan proposal damai Trump ini merupakan tekanan terhadap Palestina. Kalau Palestina tetap menolak, dia khawatir Israel akan memanfaatkan kondisi ini untuk memperluas wilayah penjajahan dengan alasan Palestina tidak bisa diajak bekerjasama dan menolak berunding dengan Israel.

BACA JUGA: Palestina Tolak Rencana Perdamaian Timur Tengah Usulan Trump

Menurutnya, wajar kalau Palestina merasa kecewa karena tidak dilibatkan dalam penyusunan proposal damai tersebut, sehingga kepentingan Palestina tidak diakomodasi dalam gagasan damai Trump. Ia menilai, posisi Palestina dan Israel dalam proposal damai ini, tidak seimbang.

Yon memandang Amerika tidak bisa menjadi mediator yang adil sehingga proses perdamaian Palestina-Israel harus diambil alih Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, menurutnya, Indonesia bisa mendorong terwujudnya pertemuan strategis antara berbagai pihak untuk membahas penyelesaian konflik Palestina-Israel secara lebih komprehensif. [fw/ka]