Indonesia Kutuk Undang-Undang Israel yang Melarang UNRWA

  • Fathiyah Wardah

FILE - Seorang perempuan Palestina berjalan melewati tembok yang rusak dengan logo UNRWA di kamp pengungsi di Rafah, Jalur Gaza selatan, 28 Mei 2024, di tengah konflik Israel-Hamas. (Eyad BABA / AFP)

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu), mengutuk keras putusan Parlemen Israel (Knesset) yang melarang kegiatan UNRWA, suatu badan PBB yang bertanggungjawab mendistribusikan bantuan bagi pengungsi Palestina di Gaza.

Dengan suara 82 banding 9, Parlemen Israel (Knesset) mengesahkan dua undang-undang yang melarang seluruh kegiatan UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East) di Gaza.

Ketua Parlemen Israel Amir Ohana membacakan putusan itu dalam sidang Senin malam (28/10) waktu setempat. Undang-undang pertama melarang kegiatan UNRWA, dan yang kedua menyatakan UNRWA sebagai organisasi teroris. Pengesahan aturan hukum baru ini menandai puncak kampanye panjang Israel menentang keberadaan UNRWA, yang disebut Israel telah disusupi kelompok militan Hamas.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Rolliansyah Soemirat mengatakan pemerintah Indonesia mengutuk keras putusan Knesset tersebut, yang jelas berimplikasi pada terhentinya kerja UNRWA di Tepi barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza.

"Keputusan ini jelas-jelas melanggar dan bertentangan dengan Piagam PBB dan Konvensi 1946 tentang kekebalan lembaga PBB. Indonesia menegaskan komitmen untuk mendukung UNRWA melaksanakan mandatnya,” ujarnya.

Indonesia mendesak komunitas internasional, terutama Dewan Keamanan PBB, untuk segera menghentikan tindakan Israel dan memastikan negara itu mematuhi kewajibannya pada hukum internasional, resolusi Dewan Keamanan PBB, dan putusan ICJ untuk mengakhiri penjajahan di Palestina.

Pengamat: Israel Tak Lagi Hormati Badan Internasional

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Islam Indonesia Hasbi Aswar mengatakan Israel selama ini menilai PBB – dan badan-badan yang berada di bawahnya – tidak pernah memberi manfaat pada negara itu, baik di sidang-sidang Majelis Umum maupun dalam sidang anggota Dewan Keamanan.

Your browser doesn’t support HTML5

Indonesia Kutuk Undang-Undang Israel yang Melarang UNRWA

UNRWA juga kerap dinilai sebagai badan yang paling sering melaporkan kejadian-kejadian di wilayah itu, yang tidak menguntungkan Israel.

"Selama ini kan berbagai propaganda, justifikasi (Israel) mental semua karena UNRWA termasuk yang menjadi saksi di lapangan terhadap berbagai kejahatan Israel. Saya kira keputusan Knesset ini merupakan kelanjutan tuduhan beberapa bulan lalu bahwa UNRWA terlibat dalam (serangan) 7 Oktober (tahun lalu)," katanya.

BACA JUGA: Parlemen Israel Setujui RUU yang Larang UNRWA Beroperasi di Sana

Meskipun PBB tidak dapat bersikap tegas karena berbagai pertimbangan, Majelis Umum PBB setidaknya telah mengeluarkan pernyataan untuk meninjau ulang keanggotaan Israel di PBB karena melanggar prinsip-prinsip internasional dan tuduhan-tuduhan tidak berdasar terhadap badan dunia itu, tambah Hasbi. Sejumlah negara juga telah mengumumkan untuk meninjau kembali hubungannya dengan Israel.

Pengamat: Amerika Serikat Dapat Tekan Israel

Diwawancarai terpisah, pengamat Timur Tengah di Universitas Indonesia, Agung Nurwijoyo menilai undang-undang yang diloloskan Knesset itu di luar batas kewajaran karena mandat utama UNRWA adalah membantu pengungsi Palestina. Menurutnya sudah saatnya PBB bertindak tegas terhadap Israel.

"Mengingat apa yang sudah dilakukan oleh Israel dan kesannya ia sebagai aktor yang kebal, memang sebenarnya perlu ada keberanian secara global meskipun tetap dalam koridor kemanussian. Rasanya ide pasukan penjaga perdamaian tetap harus dijaga. Namun pemberian sanksi terhadap Israel juga harus diwujudkan," ujarnya.

BACA JUGA: Kepala UNRWA Ingatkan “Risiko Nyata” Kelaparan di Gaza

Lebih jauh ia mengusulkan pemberlakuan isolasi politik dan sanksi, seperti pembekuan pemberian anggaran dan pasokan senjata, terhadap Israel. Namun Agung menilai semua pihak harus secara jujur mengakui bahwa salah satu faktor kunci yang dapat menekan Israel adalah Amerika.

Deplu Amerika Serikat: Peran UNRWA di Gaza Tak Tergantikan

Beberapa saat setelah Knesset meloloskan dua undang-undang itu, Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken mengeluarkan pernyataan tertulis yang intinya menegaskan keprihatinan terhadap pengesahan aturan hukum itu.

Berbicara dalam press briefing hari Senin, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Matthew Miller mengatakan pihaknya telah “mengirim surat kepada Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan Menteri Urusan Ron Dermer lebih dari dua minggu yang lalu.”

“Seperti yang dijelaskan dalam surat itu, berdasarkan hukum dan kebijakan AS, pengesahan undang-undang ini dapat memiliki implikasi. (Tetapi) hal itu tetap terjadi,” ujar Miller seraya menambahkan besarnya peran UNRWA di Jalur Gaza.

BACA JUGA: Tindakan Israel dalam Melarang UNRWA Dapat Persulit Aliran Bantuan untuk Palestina 

“UNWRA memainkan peran penting dan kritis dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada warga sipil yang membutuhkannya di Gaza. Itu bukan satu-satunya peran yang mereka mainkan. Mereka juga memainkan peran penting dalam memberikan layanan kepada warga Palestina di Tepi Barat dan di seluruh wilayah. Mereka (UNRWA.red) benar-benar memainkan peran yang tak tergantikan saat ini di Gaza, di mana mereka berada di garis depan untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada orang-orang yang membutuhkan. Tidak ada yang bisa menggantikan mereka saat ini di tengah krisis,” tegas Miller.

UNRWA Beroperasi Sejak 1948

UNRWA adalah badan kemanusiaan PBB yang memberikan layanan kesehatan, sekolah, bantuan pangan, dan menjalankan beragam program kemanusiaan di Jalur Gaza selama lebih dari 70 tahun.

UNRWA mulai bekerja di Jalur Gaza setelah hampir semua warga Palestina diusir tentara Israel dari rumah dan tanah kelahiran mereka pada Mei 1948; yang dikenal sebagai peristiwa Al Nakba. Sejak saat itu warga Palestina tidak saja menjadi pengungsi di wilayah mereka sendiri di Tepi Barat dan Jalur Gaza, tetapi juga di Mesir, Yordania, Lebanon dan Suriah. [fw/em]