Indonesia, Singapura Serukan Militer Myanmar Hentikan Kekerasan

  • Fathiyah Wardah

Menlu RI Retno Marsudi (kanan) dan Menlu Singapura Vivian Balakrishnan berjalan melewati bendera anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) saat bertemu di Jakarta, Indonesia, Kamis, 25 Maret 2021. (Foto: Kemlu RI via AP)

Indonesia dan Singapura menyerukan militer Myanmar untuk menghentikan penggunaan kekerasan dan mencegah jatuhnya korban jiwa lagi di tengah memuncaknya aksi kekerasan pasca kudeta 1 Februari lalu. Kedua negara itu juga mendesak Myanmar untuk memulai dialog guna memulihkan demokrasi, perdamaian, dan stabilitas.

Masih terus berlanjutnya aksi kekerasan di Myanmar pasca kudeta 1 Februari lalu yang menewaskan banyak korban jiwa ikut menjadi salah satu isu yang dibahas Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan di Jakarta, Kamis (25/3).

Your browser doesn’t support HTML5

Indonesia, Singapura Serukan Militer Myanmar Hentikan KekerasanIndonesia, Singapura Serukan Militer Myanmar Hentikan Kekerasan

Dalam jumpa pers bersama usai pertemuan itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menjelaskan ia dan Balakrishnan menyatakan keprihatinan mendalam karena korban penduduk sipil terus berjatuhan akibat kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh pasukan keamanan junta militer dalam menghadapi pengunjuk rasa menolak kudeta.

"Kami juga sama-sama menyerukan kepada militer Myanmar untuk menghentikan penggunaan kekerasan dan mencegah korban jiwa terus berjatuhan. Kami juga mendesak Myanmar untuk memulai dialog untuk mengembalikan demokrasi, perdamaian, dan stabilitas," kata Retno.

Menlu Singapura Vivian Balakrishnan dalam pertemuan dengan Menlu RI Retno Marsudi di Jakarta, 25 Maret 2021.

Retno menambahkan Indonesia dan Singapura juga mendukung gagasan pertemuan semua kepala negara ASEAN dalam waktu dekat, untuk membantu mencari penyelesaian terhadap krisis politik di Myanmar.

Dalam kesempatan tersebut, Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan mengatakan Singapura dan Indonesia sama-sama terusik dengan makin mencekamnya situasi keamanan di Myanmar.

"Kami (Singapura dan Indonesia) sama-sama sangat prihatin atas situasi (di Myanmar). Kami merasa terusik dengan terus berjatuhan korban tewas karena penggunaan senjata mematikan terhadap warga sipil tidak bersenjata. Kami berdua meyakini rekonsiliasi nasional adalah solusi bagi kedua pihak," ujar Balakrishnan.

BACA JUGA: Junta Myanmar Bebaskan Ratusan Demonstran Antikudeta

Karena itu, Balakrishnan menjelaskan junta dan kubu Aung San Suu Kyi harus duduk bersama untuk berunding mencari penyelesaian. Ditambahkannya, ASEAN akan membantu kedua pihak untuk mencari solusi atas krisis politik yang terjadi.

Tekanan Internasional

Direktur Eksekutif Human Rights Working Group, Rafendi Djamin mengatakan tekanan regional dan internasional harus terus dilakukan agar pasukan keamanan Myanmar tidak menggunakan kekerasan berlebihan dalam menghadapi demonstrasi damai menolak kudeta.

"Tentu harus ada langkah menuju mencari peluang adanya negosiasi. Kalau tidak usaha melakukan negosiasi dari pihak yang berkuasa sekarang, gerakan pembangkangan sipil ini akan semakin semakin tinggi. Ini yang sekarang kita tunggu prosesnya pasca keputusan pertemuan informal (ASEAN)," ujar Rafendi.

BACA JUGA: Mogok Antikudeta, Ribuan Warga Myanmar Tinggal di Rumah

Menurut Rafendi, semua pihak sekarang berpacu agar tercapai proses rekonsiliasi dan penyelesaian krisis politik di Myanmar.

Korban warga sipil terus berjatuhan sejak militer Myanmar melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi. Junta militer mengambil alih kekuasaan karena menilai pemilu November lalu, yang dimenangkan oleh Liga Nasional Untuk Demokrasi NLD, diwarnai kecurangan.

Seorang pejabat hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan sedikitnya 149 warga sipil tewas akibat aksi kekerasan pasukan keamanan Myanmar terhadap warga dan demonstran yang menolak kudeta itu. Lebih dari dua ribu orang telah ditahan. [fw/em]