Indonesia terpilih menjadi Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan dan Manajemen Bencana untuk kawasan ASEAN. Lembaga ini diharapkan dapat mempercepat penanganan serta bantuan bencana alam, baik di Indonesia maupun di ASEAN.
Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan dan Penanganan Bencana, atau yang disingkat menjadi AHA Center, akan resmi bekerja pada bulan ini. Pendirian lembaga ini telah digagas sejak 2005, atas keprihatinan yang mendalam terhadap berbagai bencana alam yang terjadi di kawasan ASEAN.
Dalam peresmiannya di Jakarta, Kamis, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono, mengatakan pengalaman bencana di Indonesia tidak hanya mengakibatkan kerugian harta dan nyawa, tetapi juga menginspirasikan kerjasama antarpara ahli dari dalam dan luar negeri, termasuk di dalam lingkup ASEAN sendiri.
Agung Laksono mengatakan, “Dalam kesempatan tersebut telah diputuskan, salah satu pembentukan masyarakat ASEAN adalah pilar sosial budaya. Maka, kita mendapat kepercayaan bahwa Jakarta dijadikan sebagai Pusat Kebencanaan di wilayah AEAN, mengingat negara kita sudah kodratnya berada di wilayah ‘ring of fire”. Tetapi akibatnya kita sekarang punya ahli-ahli dengan kompetensi yang tinggi.”
Selain sebagai pusat informasi bencana, AHA Centre juga akan berfungsi sebagai pusat mobilisasi bantuan bencana kepada negara ASEAN jika dibutuhkan, serta sebagai pusat koordinasi pengetahuan dan penelitian kebencanaan yang memfasilitasi kerjasama teknis.
Setiap negara akan menempatkan satu perwakilannya di Jakarta, kata Agung Laksono. Saat ini, Indonesia menanggung biaya pengadaan teknis sebesar Rp 5 Milyar. AHA Centre berkantor di Gedung BPPT Jakarta.
Menurut Agung, “Sekarang ini masih ditanggung oleh kita Rp 5 Milyar, tapi nanti akan ada kewajiban menyetor dari tiap negara 100 ribu Dollar Amerika setahun.”
Sementara itu Ketua Badan Penanggulangan Bencana Nasional – BNPB, Syamsul Maarif, kepada VOA menilai lembaga ini besar manfaatnya, terutama untuk penyaluran bantuan.
Ia mencontohkan pada saat Birma dilanda topan nargis tiga tahun lalu, dan pemerintah militer menolak bantuan dari negara-negara Barat. Maka, lembaga seperti AHA Center dapat membantu menyalurkan bantuan tersebut.
Syamsul menjelaskan, “Sebaiknya juga kalau kita punya pengetahuan tentang bencana tertentu, itu yang kita koordinasikan. Tidak gampang membantu negara itu kalau tidak berkoordinasi. Seperti dulu waktu kita mau ke Haiti itu kita tidak bisa masuk karena antri, akhirnya kita harus lewat Santo Dominika.”
Dalam kesempatan yang sama, Dutabesar Chile untuk Indonesia, Eduardo Ruiz, menyambut baik kerjasama yang siap dirintis Indonesia dan Chile, untuk mengantisipasi bencana alam. Tahun lalu, Chile sempat digoyang gempa dahsyat berkekuatan 8,8 Skala Richter.
"Kami mencoba untuk mencari jalan agar para ahli dari Chile dan Indonesia dapat bertemu dan bertukar pengalaman mengenai bencana alam, dan apabila memungkinkan kami juga ingin menuangkan satu bentuk kerjasama dalam Nota Kesepahaman, karena banyak yang harus dibicarakan bersama," demikian Eduardo Ruiz.