Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir menyatakan pasukan perdamaian perempuan dibutuhkan karena dalam setiap konflik, perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang paling rentan dan banyak menjadi korban. Karena itu, peran pasukan perdamaian perempuan sangat diperlukan dalam proses rehabilitasi dan pemulihan.
Di sela sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB) di kota New York, Amerika Serikat, bulan lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menggagas agar lembaga dunia itu membentuk pasukan perdamaian khusus perempuan.
Usul ini, lanjut Retno, merupakan bagian dari komitmen ASEAN untuk lebih berperan dalam perdamaian dan keamanan dunia. Ditambahkannya, ASEAN menjadi satu-satunya organisasi di kawasan yang telah mengadopsi “Action for Peacekeeping.”
BACA JUGA: Negara-negara Dukung Perbaikan Pasukan Perdamaian PBBDalam jumpa pers mingguan di kantornya, Jumat (4/10), jurubicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir menjelaskan pasukan perdamaian perempuan dibutuhkan karena dalam tiap konflik perempuan dan anak-anak merupakan pihak paling rentan dan banyak menjadi korban. Pasukan perdamaian perempuan sangat diperlukan dalam proses rehabilitasi dan pemulihan.
"Di saat mereka perlu rehabilitasi, perluperlindungan, mereka biasanya lebih gampang untuk terbuka dan percaya kepada sesama perempuan, kan. Oleh karena itulah, salah satu upayanya adalah untuk meningkatkan jumlah perempuan operasi pemeliharaan perdamaian," kata Arrmanatha.
Arrmanatha melanjutkan bahwa atas dasar itulah, Menteri Retno menyampaikan bahwa di masa mendatang pasukan perdamaian PBB lebih banyak diisi oleh kaum hawa.
PBB Menanggapi Usul Menteri Retno dengan Positif
Meski demikian, kata Arrmanatha, ada sejumlah kendala untuk membentuk pasukan perdamaian yang mayoritas terdiri dari tentara perempuan. Salah satunya karena perempuan tidak mudah pergi jauh dalam waktu lama meninggalkan anak-anaknya atau keluarganya.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran, Bandung Teuku Rezasyah menilai gagasan itu luar biasa. Dia mengakui keberadaan pasukan perdamaian yang diisi mayoritas perempuan sangat penting.
Rezasyah mengatakan perempuan akan lebih mudah dipercaya ketika menangani anak-anak dan perempuan yang menjadi korban dalam sebuah konflik bersenjata.
"Misalnya, seorang anak sedang terluka. tentunyarespn dia ketika melihat wanita teringat ibunya. Dan tentunya refleks sikapnya akan lebih menerima kalau ditangani oleh seorang wanita daripada seorang pria," tukas Rezasyah.
Rezasyah juga menyatakan Indonesia lebih maju ketimbang negara-negara lain dalam mempersiapkan tentara perempuan untuk bergabung dengan pasukan perdamaian PBB. Karena itu, dia tidak kaget kalau ke depannya tentara perempuan Indonesia lebih banyak masuk pasukan perdamaian PBB dibanding kontingen dari negara lain.
Saat ini ASEAn telah mengirim 4.500 anggota pasukan perdamaian pada 12 misi perdamaian dunia. Sayangnya, dari jumlah pasukan perdamaian PBB tersebut, hanya tiga persen personelnya yang perempuan. [fw/em]