Industri Pariwisata Jepang Terpukul akibat Bencana Gempa dan Tsunami

  • Steve Herman

Disamping bencana, nilai mata uang Yen yang menguat, semakin mengurangi jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Jepang.

Wisatawan asing yang mendatangkan 16 milyar dolar setiap tahun, membatalkan rencana kunjungan ke Jepang setelah gempa bumi 11 Maret lalu.

Industri pariwisata Jepang telah terpukul oleh resesi yang parah. Wisatawan asing, yang biasanya mendatangkan kira-kira 16 milyar dolar pada perekonomian Jepang tiap tahun, membatalkan rencana kunjungan ke Jepang setelah gempa bumi tanggal 11 Maret, dan bencana nuklir sesudah itu, yang menghancurkan bagian utara negara itu.

Sementara, nilai mata uang Yen yang naik tahun ini terhadap banyak mata uang utama, termasuk dolar Amerika, semakin merugikan sektor turisme di Jepang.

Suara jengkerik mengalahkan suara penjual yang lembut pada hari bulan Agustus di kuil Sensoji, salah satu pusat atraksi wisatawan utama di Tokyo. Di jalur yang menuju ke kuil itu terdapat puluhan kiosk yang menjual cenderamata, makanan kecil, dan minuman dingin.

Juli dan Agustus biasanya adalah bulan-bulan puncak kunjungan wisatawan asing ke Sensoji dan daerah-daerah Jepang lainnya. Tetapi musim panas ini jumlah mereka jelas lebih sedikit.

Seorang penjual minuman ringan menjual minuman botol teh hijau kepada wisatawan Jepang seharga 100 yen, yaitu 1 dolar 30 sen.

Katanya, musim panas itu tidak seburuk yang ditakutkannya. Tetapi ada penurunan dalam jumlah wisatawan musim panas ini.

Di tepi jalan di Asakusa saat suhu mencapai 34 derajat, supir becak Ryuta Nishio menunggu penumpang turis. Ia memungut bayaran 3.000 yen untuk naik kendaraannya selama sepuluh menit , berdasarkan nilai dolar lemah saat ini, biaya itu mencapai sekitar 40 dolar.

Nishio mengatakan, jumlah orang yang naik becaknya turun kira-kira 30 persen Agustus ini dibanding tahun lalu. Tidak hanya jumlah wisatawan dalam negeri yang menurun, katanya, tetapi juga wisatawan luar negeri.

Tetapi beberapa orang asing tidak menghiraukan keprihatinan dengan radiasi dan gempa susulan yang acap terjadi, dan nilai tukar dolar yang semakin memburuk. Nilai yen telah naik kira-kira delapan setengah persen, terhadap dolar Amerika dalam enam bulan ini.

Blaine Deitch seorang pensiunan warga AS dari California selatan mengatakan, lawatan ke sana ternyata sangat berharga meskipun biayanya dalam dolar cukup meningkat.

"Itu merupakan pengeluaran besar. Hal itu akan mencegah orang untuk datang. Dan juga hampir menghentikan saya. Tetapi isteri saya ingin datang ke Jepang. Jadi kami di sini," ujar Deitch..

Organisasi-organisasi wisata besar Jepang mengadakan promosi untuk meyakinkan para pengunjung. Sebuah iklan mengatakan, tingkat radiasi di Tokyo lebih rendah dibanding di New York, Hong Kong, dan kota-kota besar lain.

Beberapa hotel menurunkan sewa hotel di tengah berkurangnya pesanan kamar hotel oleh wisatawan asing, meskipun pelaku perjalanan bisnis kembali berdatangan.

Tetapi banyak industri wisata yakin, akan diperlukan setahun lagi sebelum jumlah wisatawan asing kembali pada tingkat seperti sebelumnya. Mereka memperingatkan, industri wisata bisa mengalami penurunan lebih jauh kalau gempa bumi yang menghancurkan melanda, atau nilai mata uang yen terus naik.