Rencana Presiden Joko Widodo untuk membangun pembangkit-pembangkit listrik bertenaga lebih dari 35 gigawatt pada 2019 hanya akan tercapai setengahnya, menurut sebuah kelompok industri hari Rabu (18/11).
Presiden meluncurkan program untuk membangun lebih dari 300 pembangkit listrik dalam upaya menanggulangi kekurangan listrik endemik dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Birokrasi yang parah dan proses tender yang lambat menghambat kemajuan proyek, menurut Ali Herman Ibrahim, ketua Asosiasi Produsen Listrik Independen Indonesia kepada Reuters, menambahkan bahwa hanya 16,7 gigawatt yang akan tercapai pada 2019.
"Kita tidak akan menyelesaikannya dalam lima tahun," ujar Ali, yang juga presiden direktur Bakrie Power. "Perhitungan saya hanya 16,7."
Begitu prose tender tuntas untuk membangun pembangkit listrik baru di Indonesia, fasilitas-fasilitas listrik tenaga baru bara biasanya memerlukan empat tahun lagi untuk selesai, ujar Ali, menambahkan bahwa 35 gigawatt dapat dituntaskan dalam 10 tahun.
Kemajuan program yang lambat dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengikis popularitas Presiden yang sudah menurun, serta memadamkan harapan produsen batu bara bahwa proyek-proyek ini dapat menyerap beberapa kelebihan pasokan mereka di tengah anjloknya harga-harga global.
Hampir 80 persen dari listrik baru akan didapat dari pembangkit listrik tenaga batu bara, sementara sisanya dari tenaga gas, menurut Ali. Biaya keseluruhan sekitar US$29 miliar sebagian besar didapat dari investasi asing, terutama China dan Jepang, tambahnya.
Indonesia merupakan penghasil gas-gas rumah kaca terbesar ke lima di dunia. Presiden dijadwalkan menghadiri KTT iklim PBB yang akan dimulai di Paris akhir November, dimana ia diharapkan membeberkan janji untuk menanggulangi perubahan iklim.
Pembangunan pembangkit listrik Batang miliki pemerintah senilai $4 miliar dengan tenaga 2000 megawatt di Jawa Tengah, telah ditunda sejak Electric Power Development Co Ltd dari Jepang memenangkan kontrak itu tahun 2011, dengan tenggat pendanaan diundur untuk keempat kalinya bulan ini.
Konstruksi seharusnya dimulai tahun 2012, namun telah berulang kali ditunda karena puluhan pemilik lahan menolak menjual sawahnya untuk tempat pembangunan pembangkit listrik.
Rencana Presiden ini juga telah memicu perselisihan di dalam kabinet. Bulan September, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, memicu perselisihan politik ketika ia mengakan kurang dari setengah proyek ini akan tercapai.
Tahun ini, dari target untuk menandatangani persetujuan pembelian listrik 10.000 MW, hanya 2.600 MW yang telah ditandatangani sampai Oktober, menurut Adi Supriyono, sekretaris Perusahaan Listrik Negara pekan lalu. [hd]