Inggris Bela Larangan Ekspor Senjata Israel, Eropa Pertimbangkan Sanksi

  • Henry Ridgwell

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer di House of Commons, London, Inggris, 4 September 2024. (Parlemen Inggris/Handout via REUTERS)

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Rabu (4/9) membela keputusan pemerintahnya untuk menangguhkan sejumlah pengiriman senjata ke Israel. Ia mengatakan langkah itu diperlukan untuk mematuhi hukum internasional. Israel mengatakan langkah itu hanya akan memperkuat militan Hamas. Para analis mengatakan keputusan itu lebih bersifat simbolis, tetapi dapat memiliki konsekuensi lebih luas di kalangan sekutu Eropa.

VOA - Inggris, Senin (2/9) menangguhkan sekitar 30 dari 350 lisensi untuk ekspor senjata ke Israel, setelah peninjauan hukum menyimpulkan ada risiko nyata bahwa lisensi itu mungkin digunakan untuk melakukan pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional di Gaza.

Perdana Menteri Keir Starmer, Rabu (4/9) mengatakan Inggris masih mendukung hak Israel untuk membela diri. Ia mengatakan, “Tetapi terkait lisensi, ini bukan masalah Israel. Ini adalah kerangka bagi semua lisensi yang harus tetap ditinjau. Kami patuh atau tidak patuh pada hukum internasional. Kami memiliki kekuatan dalam argumen kami karena kami mematuhi hukum internasional,” jelasnya.

Larangan ekspor itu mencakup komponen yang digunakan di helikopter, jet-jet tempur dan drone. Dampak larangan itu kecil pada operasi Pasukan Pertahanan Israel (IDF), kata Yossi Mekelberg. Analis dari lembaga kajian Chatham House itu mengatakan, “Sebagian besar senjata dan amunisi Israel sebenarnya berasal dari Amerika Serikat dan Jerman. Jumlahnya mendekati 99 persen dari senjata yang dipasok ke Israel.”

BACA JUGA: Inggris Pertahankan Larangan Ekspor Senjata ke Israel

Tetapi simbolisme langkah Inggris itu lebih signifikan. Kata Mekelberg, “Penangguhan itu memberi pesan jelas bahwa Anda dapat menjadi teman Israel, Anda dapat mendukung Israel, dan Inggris – termasuk partai Buruh [yang berkuasa] – suportif terhadap Israel, terutama setelah 7 Oktober, dan seharusnya demikian, tetapi pada saat bersamaan berbeda pendapat secara mendasar dengan cara Israel melakukan perang dan bagaimana negara itu menggunakan senjata.”

Langkah itu bisa memiliki konsekuensi lebih luas, kata analis Andreas Krieg dari King’s College, London. Katanya, “Ini menunjukkan bahwa untuk pertama kalinya satu mitra dan sekutu Israel yang sangat dekat tidak mempercayai pemerintah Israel sewaktu mereka mengatakan bahwa mereka mematuhi hukum mengenai konflik bersenjata. Negara-negara Eropa lain mungkin sekarang ingin meninjau kembali lisensi ekspor senjata mereka.”

Israel membantah melanggar hukum internasional di Gaza dan mengatakan hanya menargetkan militan Hamas, yang dituduhnya bersembunyi di sekolah-sekolah dan rumah sakit-rumah sakit serta menggunakan perisai manusia. Para kritikus menuduh pasukan Israel melancarkan serangan membabi buta dalam konflik yang dimulai setelah Hamas menewaskan 1.200 orang di Israel pada 7 Oktober.

BACA JUGA: Inggris Tangguhkan Ekspor Sebagian Senjata ke Israel

Kementerian kesehatan yang dikelola Hamas mengatakan lebih dari 40 ribu orang Palestina telah tewas sejak operasi Israel dimulai.

PM Israel Benjamin Netanyahu menyebut langkah Inggris melarang sebagian ekspor senjata itu “memalukan.” Netanyahu menghadapi tentangan di dalam negeri terkait perang di Gaza dan atas kegagalannya memastikan pembebasan sandera, kata analis Krieg.

“Bertindak menentang pemerintah Netanyahu sekarang semakin tidak dianggap sebagai bertindak menentang Israel sebagai keseluruhan, atau publik Israel,” imbuh Andreas Krieg.

Sementara itu, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell pekan lalu mengusulkan sanksi terhadap dua menteri Israel yang tidak disebut nama mereka terkait perang di Gaza, karena dituduh melanggar HAM.

Keputusan apa pun mengenai sanksi harus disepakati dengan suara bulat di kalangan negara-negara anggota Uni Eropa. Borrell mengatakan batasan tersebut belum terpenuhi. [uh/ab]