Inggris dihadapkan kepada keputusan yang sulit. Keluarnya negara itu dari Uni Eropa atau Brexit, masih 13 bulan lagi, dan Inggris harus memutuskan, apakah akan tetap berada dalam sebuah kesatuan bea cukai dan pasar tunggal dengan mitra dagangnya yang terpenting, dan membiarkan barang berpindah secara bebas, atau tidak?
Apakah sebuah “perbatasan yang nyata” akan dibentuk di pulau Irlandia, dan tarif diberlakukan pada barang, serta diperiksa di cekpoin keamanan di “perbatasan” Irlandia dan Irlandia Utara?
Atau apakah Irlandia Utara dan Republik Irlandia akan mampu menyelesaikan masalah ini tanpa gangguan?
Setelah berbulan-bulan menghindari permasalahan ini, dan melakukan berbagai manuver publik oleh politisi di London dan Brussels, perundingan Brexit kini tampaknya berada ditengah-tengah momen yang kritis.
Penerbitan sebuah rancangan dokumen oleh perunding Uni Eropa yang akan meresmikan perceraian antara London dan Brussels itu telah memicu sebuah penolakan keras dari pemerintah Inggris.
Hal ini akan menyebabkan penundaan yang fatal bagi penyelenggaraan perundingan tahap kedua tentang masa depan hubungan Inggris dan blok Uni Eropa pada masa depan.
Anggota parlemen Inggris konservatif yang pro-Brexit menuduh perunding Uni Eropa hendak merebut Irlandia Utara dan menjadikan daerah itu bagian dari Uni Eropa.
Berbicara di parlemen Rabu, PM Inggris Theresa May mengecam proposal itu dan katanya kebijakan seperti itu akan menciptakan perbatasan antara wilayah Inggris lainnya dengan Irlandia Utara.
Pengamat tidak optimis pidato Theresa May pada Jumat (2/3) akan menjernihkan suasana atau memberi kejelasan tentang posisi pemerintah Inggris. Theresa May berada dalam posisi sangat sulit, demikian kata analis. [ps/jm]