Pihak berwenang Irak, Rabu (9/6), membebaskan seorang komandan pro-Iran, dua minggu setelah ia ditangkap atas pembunuhan seorang aktivis pro-demokrasi, sementara pesawat tak berawak yang dilengkapi senjata menghantam bandara Baghdad, metode khas yang digunakan oleh pasukan pro-Iran di Timur Tengah.
Pejabat keamanan mengatakan drone itu menghantam bandara ibu kota, tempat pangkalan pasukan AS, satu jam setelah lima roket ditembakkan ke sebuah pangkalan udara di utara di mana sub-kontraktor AS beroperasi.
Ini adalah yang keempat kalinya dalam waktu kurang dari dua bulan, perangkat tersebut digunakan di Irak untuk menarget kepentingan AS, bentuk serangan yang juga digunakan oleh pemberontak Huthi pro-Iran di Yaman.
Para ahli mengatakan meningkatnya penggunaan pesawat tak berawak semacam itu merupakan tanda eskalasi di Irak, di mana AS telah mengerahkan pertahanan anti-pesawat untuk menghentikan serangan roket, tetapi gagal mencegat pesawat tak berawak yang menerobos bandara itu pada Rabu (9/6).
Sebelumnya pada hari yang sama kelompok-kelompok pro-Iran memuji apa yang mereka katakan "satu lagi kemenangan " koalisi paramiliter Hashed al-Shaabi yang berafiliasi dengan Iran, ketika komandannya Qassem Muslah dibebaskan.
Muslah ditangkap pada 26 Mei oleh intelijen polisi karena dicurigai memerintahkan pembunuhan Ihab al-Wazni, seorang aktivis pro-demokrasi yang ditembak mati menggunakan senjata peredam pada 9 Mei oleh laki-laki yang bersepeda motor.
Wartawan kantor berita AFP mengatakan pemimpin paramiliter itu disambut oleh rekan-rekan pro Iran, Hashed al-Shaabi di Karbala, kota suci warga Syiah Irak, setelah pembebasannya.
"Para hakim telah menegakkan keadilan, mengakhiri penyelidikan mereka, dengan pembebasan saya," kata Muslah.
Dewan Pengadilan Tertinggi Irak dalam sebuah pernyataan mengatakan mereka "tidak menemukan bukti keterlibatannya" dalam pembunuhan itu, dan telah menetapkan "bahwa ia tidak berada di Irak pada saat pembunuhan Wazni". [my/ka]