Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki mendesak masyarakat internasional agar terus membantu Irak dalam perjuangan untuk mencapai keamanan dan menentang kekuatan-kekuatan yang mendukung terorisme, Rabu (15/1).
Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki hari Rabu (15/1) muncul di televisi pemerintah dan mengatakan perang melawan teror dan al-Qaida akan terus berlanjut untuk mencegah menyebarnya kekerasan. Dia mendesak masyarakat internasional agar terus membantu Irak dalam perjuangan untuk mencapai keamanan dan menentang kekuatan-kekuatan yang mendukung terorisme.
Maliki mengatakan, mereka yang berada di balik berbagai aksi terorisme itu akan ditemukan. “Kita tidak ingin menyakiti anak-anak dan rakyat kita, jadi kita akan membedakan antara mereka yang rumahnya dirampas dan digunakan sebagai basis al-Qaeda dan mereka yang memfasilitasi al-Qaeda dan bekerja sama dengannya. Rumah yang menjadi sumber api yang membunuh anak-anak kita di dinas keamanan dan angkatan bersenjata pasti akan menjadi sasaran pasukan Irak,” ujarnya.
Irak mengalami serangkaian serangan bom hari Rabu, menewaskan sedikitnya 73 orang. Lonjakan kekerasan juga terjadi selagi pasukan pemerintah kehilangan wilayah di Provinsi Anbar, Irak barat yang direbut oleh militan Sunni terkait al-Qaida.
“Kami telah menyaksikan situasi keamanan semakin buruk setiap hari, dan kami berada dalam kekacauan. Ini disebabkan oleh beberapa alasan: pertama, cabang al-Qaida di Provinsi Anbar merencanakan serangan-serangan; kedua, pemilihan di Irak semakin dekat dan ada krisis politik di Bagdad,” demikian pengakuan seorang warga Irak kepada VOA mengenai situasi keamanan di Irak.
Ledakan paling mematikan hari Rabu (15/1) menewaskan sedikitnya 18 orang di sebuah acara pemakaman seorang anggota milisi suku Sunni di dekat Baghdad. Di ibukota, sedikitnya delapan bom meledak di daerah-daerah berpenduduk mayoritas Syiah.
Wakil Perdana Menteri Irak Saleh Muhamed al-Mutlaq mengatakan kepada VOA bahwa pemerintahan yang lebih inklusif akan sangat membantu untuk menciptakan stabilitas di Irak.
“Apa yang dibutuhkan dari Perdana Menteri al-Maliki adalah pemerintahan inklusif yang semua konstituennya akan berpartisipasi, dan akan ada partisipasi nyata bagi mereka yang merasa terisolasi dan terpinggirkan selama waktu yang sedemikian lama,” kata Wakil PM Irak Saleh Muhamed al-Mutlaq.
Irak mengalami kerusuhan terburuk sejak 2008 ketika keluar dari masa perang sektarian antara Sunni dan Syiah di negara itu.
Ketika berkunjung ke Irak hari Senin (13/1), Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon bahwa ia sangat risau tentang situasi keamanan yang memburuk, dan mendesak para pemimpin Irak agar mengatasi akar penyebab lonjakan kekerasan itu.
Maliki mengatakan, mereka yang berada di balik berbagai aksi terorisme itu akan ditemukan. “Kita tidak ingin menyakiti anak-anak dan rakyat kita, jadi kita akan membedakan antara mereka yang rumahnya dirampas dan digunakan sebagai basis al-Qaeda dan mereka yang memfasilitasi al-Qaeda dan bekerja sama dengannya. Rumah yang menjadi sumber api yang membunuh anak-anak kita di dinas keamanan dan angkatan bersenjata pasti akan menjadi sasaran pasukan Irak,” ujarnya.
Irak mengalami serangkaian serangan bom hari Rabu, menewaskan sedikitnya 73 orang. Lonjakan kekerasan juga terjadi selagi pasukan pemerintah kehilangan wilayah di Provinsi Anbar, Irak barat yang direbut oleh militan Sunni terkait al-Qaida.
“Kami telah menyaksikan situasi keamanan semakin buruk setiap hari, dan kami berada dalam kekacauan. Ini disebabkan oleh beberapa alasan: pertama, cabang al-Qaida di Provinsi Anbar merencanakan serangan-serangan; kedua, pemilihan di Irak semakin dekat dan ada krisis politik di Bagdad,” demikian pengakuan seorang warga Irak kepada VOA mengenai situasi keamanan di Irak.
Ledakan paling mematikan hari Rabu (15/1) menewaskan sedikitnya 18 orang di sebuah acara pemakaman seorang anggota milisi suku Sunni di dekat Baghdad. Di ibukota, sedikitnya delapan bom meledak di daerah-daerah berpenduduk mayoritas Syiah.
Wakil Perdana Menteri Irak Saleh Muhamed al-Mutlaq mengatakan kepada VOA bahwa pemerintahan yang lebih inklusif akan sangat membantu untuk menciptakan stabilitas di Irak.
“Apa yang dibutuhkan dari Perdana Menteri al-Maliki adalah pemerintahan inklusif yang semua konstituennya akan berpartisipasi, dan akan ada partisipasi nyata bagi mereka yang merasa terisolasi dan terpinggirkan selama waktu yang sedemikian lama,” kata Wakil PM Irak Saleh Muhamed al-Mutlaq.
Irak mengalami kerusuhan terburuk sejak 2008 ketika keluar dari masa perang sektarian antara Sunni dan Syiah di negara itu.
Ketika berkunjung ke Irak hari Senin (13/1), Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon bahwa ia sangat risau tentang situasi keamanan yang memburuk, dan mendesak para pemimpin Irak agar mengatasi akar penyebab lonjakan kekerasan itu.